Tumpangsari Jagung dan Ubi Kayu: Inovasi Cerdas Petani Sumsel Tingkatkan Panen dan Pendapatan
Ilustrasi penyuluh pertanian Sumsel-Foto: IST -
SUMATERAEKSPRES.ID - Di tengah tantangan pertanian modern dan ketidakpastian iklim, para petani di Sumatera Selatan menunjukkan ketangguhan dan kreativitasnya.
Salah satu strategi yang kini banyak diterapkan adalah sistem tumpangsari antara jagung dan ubi kayu (singkong).
Pola tanam ini terbukti menjadi solusi cerdas dalam mengoptimalkan lahan sekaligus meningkatkan hasil panen.
Di lahan-lahan pertanian di Kabupaten Ogan Ilir dan sekitarnya, pemandangan tanaman jagung yang tumbuh di antara barisan singkong mulai menjadi hal lumrah.
Di balik pemandangan itu, tersimpan strategi adaptif para petani yang kian sadar pentingnya diversifikasi dan efisiensi lahan.
BACA JUGA:Kolaborasi Strategis Kemdiktisaintek, Kemveshil, dan HKI, Riset Jadi Fondasi Industri Nasional
BACA JUGA:Ngapain Aja Saat Ada Pemadaman Listrik di Wilayahmu? Ini 7 Aktivitas Seru Tanpa Gadget
Dua Komoditas, Satu Tujuan: Produktivitas Maksimal
Jagung dan singkong, meski berbeda karakter, memiliki keunggulan tersendiri.
Jagung dikenal dengan masa panennya yang singkat, hanya 3–4 bulan. Sementara singkong memerlukan waktu lebih panjang, sekitar 8–12 bulan.
Namun justru perbedaan inilah yang dimanfaatkan petani untuk menanam keduanya secara bersamaan.
“Dengan menanam jagung di sela-sela singkong, kami bisa panen dua kali dalam satu musim tanam. Ini sangat membantu, apalagi saat harga pupuk dan kebutuhan pokok naik,” ungkap Pak Edi, petani asal Desa Tanjung Batu Seberang.
BACA JUGA:Pemadaman Listrik di Palembang, Begini Cara Tetap Produktif
BACA JUGA:Pemadaman Listrik Jumat 8 Agustus 2025, IRT Bisa Masak 3 Resep Jitu Tanpa Bantuan Alat Elektronik
Efisiensi Lahan dan Pengendalian Gulma
Menurut penyuluh pertanian dari Dinas Pertanian Kabupaten Ogan Ilir, pola tumpangsari memiliki banyak keunggulan.
