Transformasi MPLS Ramah 2025 Berfokus pada Hak Anak dan Karakter
Muhammad Isnaini, (Pengamat Pendidikan dan Dekan Fakultas Sains dan Teknologi UIN Raden Fatah Palembang) --
SUMATERAEKSPRES.ID - Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) menjadi momen krusial dalam transisi siswa baru dari lingkungan sebelumnya menuju kultur dan dinamika baru di sekolah.
Di masa lalu, orientasi siswa baru sering diidentikkan dengan Masa Orientasi Siswa (MOS) yang sarat akan praktik perpeloncoan, intimidasi, bahkan kekerasan simbolik maupun fisik.
BACA JUGA:100 Siswa Sekolah Rakyat Menengah Atas (SRMA) 7 Palembang Jalani MPLS. Ini Kegiatan Mereka!
BACA JUGA:TRANSFORMASI MPLS RAMAH 2025 BERFOKUS PADA HAK ANAK DAN KARAKTER
MPLS versi lama lebih mengedepankan relasi kuasa yang tidak setara, yang dapat menimbulkan dampak psikologis negatif seperti kecemasan, stres, bahkan trauma (Santrock, 2011).
Kini, melalui kebijakan dan pendekatan baru, hadir MPLS Ramah 2025 sebagai upaya nyata transformasi ke arah yang lebih humanis, inklusif, dan berorientasi pada penguatan karakter.
Secara prinsip, MPLS Ramah 2025 menekankan tiga nilai utama: inklusif, partisipatif, dan edukatif.
Pertama, prinsip inklusivitas memastikan bahwa seluruh siswa, tanpa diskriminasi apapun, memiliki ruang yang sama untuk diterima dan dikenali potensi uniknya.
Kedua, prinsip partisipatif memberikan ruang bagi siswa untuk aktif terlibat, bukan menjadi objek pasif dalam proses adaptasi.
Ketiga, nilai edukatif berarti seluruh kegiatan selama MPLS harus berorientasi pada pembelajaran, pengembangan diri, dan penanaman nilai karakter yang konstruktif.
Menurut Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, setiap anak berhak mendapatkan perlakuan yang manusiawi dan bebas dari kekerasan, diskriminasi, dan perlakuan tidak menyenangkan.
Ini diperkuat dengan Permendikbud No. 18 Tahun 2016 yang secara tegas melarang praktik perpeloncoan dan kekerasan dalam MPLS.
Dalam peraturan tersebut, sekolah diwajibkan menyelenggarakan MPLS yang dipandu oleh guru, bukan siswa senior, dan seluruh aktivitas harus mendukung tumbuh kembang anak secara positif.
Transformasi ini penting karena masa awal memasuki lingkungan sekolah baru memiliki dampak psikologis yang signifikan terhadap perkembangan identitas dan motivasi belajar siswa.
