Bukan Sekedar Gaung, GSMP Pancing Kesadaran Mandiri Pangan

Ahmad Fauzi, Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) di Imdralaya Selatan,  Ogan Ilir

Berhasil tidaknya program pertanian ada di petani atau masyarakat. Sebagai petugas Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) Ahmad Fauzi (45) bertugas sebagai pendamping yang memberikan motivasi pada petani. Tinggal kemauan dan keinginan masyarakt. Mau maju atau tidak.

ANDIKA PRTAMA - Ogan Ilir

BANYAK suka duka jadi penyuluh pertanian. Tapi semua ini  dianggap Fauzi hal yang wajar di setiap tantangan pekerjaan. "Bagi aku dak katik sih dukanya. Paling kita panas-panasan di lapangan, cuma itu juga hal yang biasa, namanya juga petugas lapangan. Kalau sukanya memang kita basisnya di pertanian, tinggal di dusun dusun," ujar lulusan Fakultas Pertanian Unsri jurusan Agronomi angkatan 1997.

Dirinya mulai jadi penyuluh sejak tahun 2009 dan ditempatkan pertama kali di daerah Rambang Kuang, Ogan Ilir selama lima tahun. Kemudian, berlanjut hingga kini bertugas di wilayah Indralaya Selatan, Ogan Ilir. "Yang jelas perbedaanya dari segi komoditas, di Rambang Kuang didominasi dengan perkebunan karet. Sedangkan di Indralaya Selatan lebih ke pertanian padi. Perbedaan karakter masyarakat dan petani di tiap daerah aku rasa tidak jadi masalah. Karena di mana pun ditugaskan kita harus siap menyesuaikan diri," ungkap Fauzi.

Menurutnya, sangat penting bagi penyuluh untuk mendekatkan diri pertama kali ke pemerintah desa dan tokoh masyarakat. Kemudian dapat didampingi untuk lebih mengenal setiap kelompok tani di daerah tersebut. Selain itu, penyuluh harus menguasai bahan untuk setiap materi yang disampaikan. Agar masyarakat atau petani dapat mengerti terkait penyuluhan yang disampaikan.

Untuk program Gerakan Sumsel Mandiri Pangan (GSMP) selalu disampaikan ke petani. ‘’Ini program yang wajib bagi kami untuk selalu memberikan kesadaran petani dan masyarakat desa dalam meningkatkan kesadaran dalam hal mandiri pangan," terangnya.

Salah satu contoh kecilnya, bisa dimulai dengan menanam sayur, cabai dan lainnya di pekarangan rumah. "Untuk Desa Sukaraja masyarakatnya memang tanpa diminta, mereka sudah biasa nanam cabai, sayur kangkung dan sejenisnya. Rata-rata hasilnya digunakan mandiri, untuk makan sendiri," tambahnya.

Dikatakannya, saat ini Desa Sukaraja sedang masa musim tanam padi. "Kalau bahasa dusunnya itu merencap, atau artinya menyemai padi. Jadi setelah merencap, nurunkan, nanam. Sebagian juga sekarang sudah banyak yang mulai tanam. Penanamannya tergantung dengan kondisi air," jelasnya.

Diakuinya, masyarakat sekitar masih melakukan panen satu kali dalam setahun. Karena bergantung dengan ketersediaan air di lahan sawah tadah hujan. "Di daerah Desa Sukaraja tempat yang saya bina itu ada sekitar 50 hektar lahan sawah. Rata-rata per sekali panen menghasilkan sekitar 4-5 tonton per hektar.

Kegiatan bertanam padi sudah jadi kebiasaan turun temurun setiap tahun yang dilakukan masyarakat Desa Sukaraja.  Harapannya, petani bisa menerapkan panen dua kali dalam setahun. "Kami sering melakukan penyuluhan kepada petani, memberikan masukan. Merangsang mereka supaya dapat menanam dua kali dalam setahun. Memang untuk mengubah kebiasaan petani itu susah. Apalagi dengan kondisi alam dan sawah hanya aktif saat tadah hujan. Tetapi kalau penanaman reguler setahun sekali Alhamdulillah bagus," ucapnya.

Upaya pengendalian membantu permasalahan yang dihadapi petani juga dilakukan dengan berbagai penyuluhan dan memberikan solusi. "Kita lakukan anjangsana, mengunjungi sawah para petani langsung di tempat pertanian masing-masing,’’ ujarnya.

Anjangsana itu ada yang kelompok dan perorangan. ‘’Kami lebih sering melakukan anjangsana perorangan dibanding kelompok. Meskipun lebih dari satu orang yang kami temui saat anjangsana perorangan," ujarnya.

Dikatakan, melakukan kunjungan dengan perorangan akan lebih intensif untuk memberikan penyuluhan.  "Petani kita ajak ngobrol, cari tahu apa kendalanya. Ada serangan hama apa, misalnya ada serangan hama keong, atau gejala wereng, nah dari sana kami langsung koordinasi dengan Petugas Pengendali Organisme Pengganggu Tumbuhan (POPT).  Kemudian masalah tersebut akan dikonsultasikan POPT dengan bapeltan. Biasanya akan langsung dapat obat untuk pengendalian hama tersebut," terangnya.

Penyuluh juga langsung memberikan penjelasan terkait tatacara penggunaan dan contoh pengaplikasiannya. "Untuk pengendalian hama misalnya serangan keong, Alhamdulillah sekarang ada bantuan dari pemerintah. Kadang petani juga aktif dan mandiri tidak semata-mata mengandalkan bantuan dari pemerintah," ungkapnya.

Dirinya berharap GSMP bukanlah sekedar gaung semata yang tidak optimal. Perlunya ada rangsangan dari pemerintah kepada petani. "Gerakan Sumsel mandiri pangan ini adalah program yang secara teori sangat bagus. Apabila dilakukan secara merata oleh masyarakat pada umumnya, itu pasti akan berdampak sangat baik bagi perekonomian masyarakat desa. Minimal, mampu meminimalisir pengeluaran mereka sehari-hari," jelasnya.

Menurutnya, bantuan yang bersifat pemancing akan memberikan semangat kepada masyarakat dan petani. Sehingga, setelah dari bantuan tersebut merasakan hasilnya maka akan termotivasi untuk kembali mengembangkannya ke tingkat yang lebih luas lagi. Mendukung program GSMP, sesuai kebijakan kepala desa masing-masing. ‘’Ada sebagian yang menggunakan anggaran dana desa,’’ ujarnya. (*)  

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan