https://sumateraekspres.bacakoran.co/

Hati-Hati ! Ratusan Anak di Sumsel Jadi Korban Kekerasan Seksual

PALEMBANG - Anak kerap kali menjadi korban kekerasan. Kekerasan itu bermacam-macam. Biasanya kekerasan dialami anak adalah kekerasan secara fisik hingga seksual.

Belasan hingga puluhan kasus kekerasan seksual dengan korbannya anak-anak terjadi pada tiap daerah di provinsi Sumatera Selatan (Sumsel). Kecenderungannya, dari tahun ke tahun tinggi, bahkan meningkat. Jika ditotal, lebih 100 korban.

Yang heboh belakangan, kasus pemerkosaan siswi SMA oleh tiga pelaku di Lahat. Dua diantaranya masih di bawah umur. Viral karena jaksa hanya menuntut kedua pelaku di bawah umur 7 bulan penjara. Hakim jatuhkan vonis 10 bulan.

Di kabupaten OKU, sepanjang 2022 tercatat ada 13 kass kekerasan seksual yang dilaporkan ke Polres. Sebanyak 12 kasus korbannya masih dibawah umur. Hanya saja dari 12 tersangka, 10 sudah diproses hukum. Diantaranya, 8 tersangka usia dewasa, dan 2 tersangka masih anak anak. Baca juga  : Pedofi l, Koleksi 22 Video Siswi SD Baca juga : Info NGO Amerika, Siber Polda Sumsel Ringkus Pelaku Pedofilia

2 tersangka sisanya berstatus DPO. Salah satunya pelaku fedofil dengan korbannya anak laki laki. “Rata rata korban anak mengalami trauma pasca menjadi korban tindak asusila,” kata Kasat Reskrim Polres OKU AKP Zanzibar melalui Kanit PPA, Ipda Astian, kemarin (5/1).

Penyebab kekerasan seksual terjadi, karena pengaruh tontonan yang negatif atau berbau pornografi. Kasus terbaru, ayah tiri menghamili anaknya yang baru berusia 14 tahun dan telah melahirkan.

Kepala UPTD P2A OKU, Romy Yanopian mengatakan, dari kasus yang mereka tangani, sebagian dominan kasus kekerasan seksual diikuti kekerasan verbal. "Ada korban anak dan ada perempuan dewasa," ujarnya.

Salah satunya, kasus mahasiswi yang diperkosa di daerah Pancur. Untuk pelaku biasanya orang dekat, bisa dalam keluarga, kerabat atau tetangga. Umumnya terjadi pada keluarga yang ekonominya lemah. Kondisi korban kurang diperhatikan. Rangan kamar dalam rumah tidak ada sekat pembatas. Sedangkan modus pelaku beragam. Baca juga :

Di Banyuasin, ada 19 kasus kekerasan seksual terhadap anak sepanjang 2022. Baik persetubuhan maupun pencabulan. “Kami sangat prihatin,” tegas Kapolres Banyuasin AKBP Imam Syafii SIK melalui Kasatreskrim AKP Hary Dinar SIK.

Pihaknya kerja sama dengan berbagai pihak terkait untuk mendampingi korban dengan tujuan menghilangkan trauma dan lain sebagainya. Kepala Kejari Banyuasin, Agus Widodo melalui Kasi Pidum Hendra Febianto mengatakan, sudah ada 17 kasus kekerasan seksual terhadap anak yang dlimpahkan.

"11 kasus sudah vonis," katanya. Paling minimal pelakunya dijatuhi pidana 6 tahun dan maksimal 18 tahun. "Itu sesuai dengan tuntutan kita, " terangnya. Hendra menambahkan, tuntutan yang diberikan oleh pihaknya kepada pelaku mempertimbangkan masa depan korban yang rusak akibat kekerasan seksual tersebut. "Bahkan trauma yang mendalam dan lain sebagainya, itu yang jadi pertimbangan, " tukasnya.

Kepala Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP2KB3A) Banyuasin, Dra Hj Yosi Zartini MM melalui Kabid PPPA, Emalia SKM MSi mengatakan, ada berbagai upaya yang sudah dilakukan.

"Diantaranya mengembangkan Desa Ramah Perempuan Peduli Anak dan Program Perlindungan Anak Berbasis Masyarakat, " katanya. Sementara, Dinas PPPA Empat Lawang mencatat ada 21 kasus kekerasan seksual terhadap anak dibawah umur sepanjang 2022. Baca juga : Awasi juga Pergaulan Anak Laki-Laki Baca juga : Sesalkan Eksploitasi Anak di TikTok

“Yang terdata di kami 21. Kalau tidak lapor, mungkin ada juga,” kata Kepala Dinas PPPA Dra Rita Purwaningsih melalui stafnya di Bidang Perlindungan Anak (PA), Pandra. Pihaknya telah membuat satgas PATBM yakni perlindungan anak terpadu berbasis masyarakat.

Satgas baru ada di Sembilan desa. Terdiri dari unsur perangkat desa, linmas, guru, tenaga medis, babinsa dan bhabinkantibmas. Salah satu tugasnya, berikan pendampingan kepada korban.

Kabid Perlindungan Anak Dinas PPPA Palembang, Hasnil Mazraah mengatakan, upaya pencegahan yang dilakukan pihaknya dengan membentuk forum anak, aktivis, dan pola asuh anak. "Saat sosialisasi kita kenalkan anak, termasuk guru yang hadir untuk mengenal batasan sentuhan," tutur dia.

Soal kekerasan seksual, tim lakukan sosialisasi agar anak-anak mengenal anggota tubuhnya sebagai upaya pencegahan. “Harus ada peran pengawasan yang ketat atau ekstra dari semua lingkungan keluarga.

Kapolres Muara Enim, AKBP Andi Supriadi mengatakan salah satu contoh upaya - mencegah kekerasaan terhadap anak yakni mengundang pondok madrasah Alyah Al-Mudzakir. Selain koordinasi dengan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan melakukan pencerahan terhadap siswa dan siswi sekolah perihal pergaulan bebas dan kekerasan pisik terhadap anak. Diketahui, sepanjang 2021 ada 24 perkara anak, 11 pencabuan dan 13 persetubuhan. Tahun lalu, ada 21 kasus, dengan 10 perkara pencabulan dan 11 perkara persetubuhan. "Pelakunya ada ayah kandung, ayah tiri, orang tua angkat, guru ngaji dan juga teman atau pacar," terangnya.

Kajari Muara Enim, Irfan Wibowo melalui Kasi Pidum, Alex Akbar mengatakan selama 2022 ada 27 perkara kekerasan seksual terhadap anak. "Kalau tuntutan bervariasi paling rendah 5 tahun dan paling lama 20 tahun penjara," terangnya.

Kepala Dinas PPPA Muara Enim, Vivi Mariani didampingi Kabid Perlindungan Anak dan Perempuan, Rina Evianti mengatakan, 2021 ada 99 kasus kekerasan terhadap anak. Termasuk kekerasan seksual. Sedangkan tahun ini, ada 62 kasus dimana korbannya perempuan 24 orang," ujarnya. Baca juga : Cegah Kekerasan Terhadap Anak Baca juga : Tangani 64 Kasus Kekerasan Perempuan dan Anak

Ada inovasi yang dibuat Dinas PPPA Muara Enim. Yakni Call Center Sahabat Perempuan dan Anak (Sapa) di 129. Di Musi Rawas(Mura), tahun lalu ada 31 kekerasan rerhadap ada. 26 diantaranya kekerasan seksual.

“Paling banyak terjadi di Muara Kelilngi,” jata Kepala DPPPAA Musi Rawas, M Rozak. Diakuinya, terjadi peningkatan dibanding 2021 masyarakat berani melapor. Sementara Unit PPA Satreskrim Polres Lubuklinggau menangani 41 kasus anak di Lubuklinggau sepanjang 2022. Meningkat dari 2021. "Termasuk didalamnya kekerasan seksual terhadap anak," kata Kapolres Lubuklinggau AKBP Harissandi.

Sedangkan di di Prabumulih, kekerasan terhadaanak juga meningkat. Ada 59 kasus sepanjang 2022. Sedangkan 2021 hanya 39 kasus. Hal itu diungkap Kasat Reskrim Polres Prabumulih, AKP Alita Firman melalui Kanit PPA, Ipda Mansyur. "Hampir semua perkara kekerasan anak yang kita tangani, pelakunya adalah orang terdekat korban," tukasnya.

Di Muratara. angka kekerasan seksual terhadap anak ada 13 kasus, pemerkosaan dan pencabulan. Naik disbanding 2021 yang hanya 3 kasus. Sedangkan 2020 ada 11 kasus. Kapolres Muratara AKBP Ferly Rosa Putra mengatakan, hampir rata-rata para pelakunya merupakan orang yang sangat dekat dan dikenal oleh korban.

Untuk di Palembang, data Unit PPA Polrestabes Palembang tahun 2020, tercatat 31 kasus asusila dengan korban anak-anak. Naik dari 2019 yang hanya 16 kasus. Trennya ada kenaikan. Di OKI, pada 2020 ada 20 kasus kekerasan seksual yang tercatat di Dinas PPPA. Sedangkan laporan di Polres 64 kasus.

Data yang tercatat di Badan Pusat Statistik (BPS), total kasus kekerasan di Sumsel pada 2020 sebanyak 341 kasus. Ada 161 kasus kekerasan seksual. Terbanyak di Kota Palembang.

Sebelumnya, Direktur Eksternal dari Women's Crisis Center (WCC) Palembang, Yessy Ariani mengatakan, fenomena ini bagai gunung es yang sudah berlangsung lama.

Menurutnya, Sumsel sudah darurat kekerasan seksual terhadap anak. Kasus kekerasan seksual terhadap anak ini meningkat setiap tahun.Ditegaskannya, seberat apa pun hukuman yang diberikan kepada pelaku tak sebanding dengan rasa trauma yang dialami korban. Sebab, sampai kapan pun trauma itu akan membekas. (bis/qda/eno/tin/way/lid/zul/fin)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan