Dapat Sembako plus Uang Saku
*Wong Sumsel yang Ramadan di Luar Negeri (11)
Berada di Mesir, Maha Rahmat Hidayatullah, mahasiswa Universitas Al Azhar Kairo asal Ogan Ilir merasakan suasana Ramadan yang luar biasa. Rasa kangennya terhadap keluarga dan kampung halaman pun sedikit terobati. Apa saja aktivitasnya di sana?
Adi Fatriansyah - Palembang
"Kalau di Mesir, suasana Ramadan benar-benar terasa. Setiap momen, orang di sini selalu gunakan untuk beribadah.” Cerita awal Rahmat setidaknya sudah menggambarkan semarak bulan puasa di negara tersebut.
Salah satu yang sangat menonjol, muratal Quran terdengar di hampir seluruh masjid. Setiap memiliki waktu luang, muslim Mesir memanfaaatkannya untuk membaca Alquran. Tak peduli apa profesinya. Mau itu pedagang, montir, termasuk sopir angkot.
“Begitu mereka punya waktu kosong, Alquran akan langsung dibaca. Kalau tidak, berzikir sembari pegang tasbih," beber Rahmat, Jumat (7/4) malam. Tradisi itu pun menular kepada pendatang. Termasuk mereka para mahasiswa.
Kemudian ada tradisi lain yang jadi kebiasaan warga Mesir. Yakni menyediakan iftar gratis teruntuk mereka yang berpuasa. “Kita bisa membuat dan menentukan destinasi iftar sesuai dengan menu makanan yang diinginkan,” katanya. Informasi ini kemudian disebar ke kalangan mahasiwa yang ada di tempat kos berbeda.
"Untuk lokasi iftar ini sangat banyak. Misal dalam suatu kecamatan seperti di Indonesia, ada lima kelurahan. Setiap kelurahan terdapat 10 RW dan setiap RW memiliki 10 RT. Maka di tiap RT akan menyediakan tiga tempat iftar seperti rumah makan gratis atau disebut Maidaturrahman,” ungkap murid Maulana Syekh Al Madinah tersebut..
Nah, tempat-tempat inilah yang disebar informasinya. sesuai menu yang disajikan
Bagi warga Mesir, bulan Ramadan ini menjadi momen terbaik mereka untuk berbagi dan bersedekah ke semua yang membutuhkan. Termasuk bagi sembako seperti beras, gandum, minyak, spaghetti, gula, kurma dan sebagainya. Bahkan, beberapa kelompok dermawan memberi uang kepada para jemaah yang iktikaf di masjid. Nominalnya tentu saja tergantung pemberi sedekah.
Meskipun betah di Mesir, Rahmat tetap menyimpan rasa kangen terhadap kampong halaman. Jauh menuntut ilmu, dia tak bisa kumpul bersama keluarga. “Kalau makan, tidak ada menu favorit,” selorohnya.
Rangkaian ibadah Ramadan mulai pukul 04.00 waktu Mesir hingga 18.00. Berbeda kalau Ramadan pada bulan Mei. Saat itu musim panas. Waktu puasa akan lebih panjang. pukul 03.00- 19.00 waktu Mesir. Bahkan saat malam hari suhu bisa mencapai 40 derajat Celcius dan angin gurun yang panas.
Untuk tarawih, bebas memilihnya di masjid mana saja sesuai keinginan. Misalnya pada Masjid Al Azhar, imam akan membaca dengan qiraat berbeda setiap satu kali salat. Seperti juga di Masjid Guru Maulana Syeikh Yusri Gabir, yang imamnya membacakan satu qiraat semua pada salat dan mengkhatam alquran dalam tarawih.
“Biasanya pada 3/4 Ramadan sudah khatam satu kali Alquran dalam salat," bebernya. Rahmat dan beberapa temannya tinggal bersama sang guru, Maulana Syeikh Al Madinah. Kegiatan di sana, ada majelis zikir salawat setiap usai salat Jumat, Minggu dan Selasa malam. Semua kalangan, mulai pekerja maupun mahasiswa bisa ikut. "Jadi siangnya maksimal kerja, malam tenang beribadah," bebernya.
Seluruh mahasiswa, setelah salat ashar akan belajar bersama dengan guru hingga 30 menit jelang iftar. Kadang berbuka puasa pun dengan sang guru. Setelahnya dilanjutkan tarawih dan belajar malam hingga pukul 24.00 waktu setempat.
Pagi hari, seusia membaca wirid dilanjutkan kajian pagi, kajian Alquran. Lalu istirahat hingga waktu Zuhur. Usai Zuhur, Rahmat dan yang lain kembali berkumpul dan mengulang serta mempresentasi materi yang sebelumnya dijelaskan sang guru.
“Saat ini sedang bahas kitab berjudul Syamail Muhammadiyah karya Imam Tarmidzi. Mengupas keindahan dan keistimewaan Nabi Muhammad saw yang mencakup 397 hadis," ulasnya.
Hari Jumat menjadi hari paling ditunggu dan spesial. Biasanya, setelah majelis zikir salawat, Rahmat dan yang lain menuju rumah Maulana Syeikh Muhamamd Ibrahim Abdul Baist Al- Katani yang merupakan sosok pakar hadis, pakar tafsir, serta pakar sastra Arab. “Kami berbuka puasa di sana, lalu Isya diimami beliau. Lanjut tarawih dan disambung majelis zikir salawat serta mendengarkan kajian," tuturnya.
Selama di Mesir, Rahmat tinggal di rumah sang guru yang sekaligus juga orang tua bagi semua mahasiswa yang ada di Mesir. Terkhusus yang tinggal di rumahnya. Setiap dua minggu, dia dan mahasiswa lain mendapat bahan makanan mulai beras, minyak, gula, daging sapi, daging ayam, ikan dan lainnya. “Kami bahkan dapat uang saku. Kalau untuk belajar, dapat buku-buku dan kajian secara gratis,” tandasnya.(afi)