Omzet Kios Tembakau Menurun Jauh, Konsumen Tingwe Beralih ke Rokok Ilegal, Ini Alasannya
KIOS TEMBAKAU: Salah kios tembakau di kawasan Seberang Ulu Palembang, yang terpaksa menutup cabangnya karena pelanggan tingwe beralih ke rokok ilegal. FOTO: BUDIMAN/SUMEKS--
Saat jadi perokok tingwes, Gs merasakan hematnya dari membeli rokok bermerek (legal).
Harganya jelas murah. ”Di kios tembakau, ada semua alat dan bahannya. Ada jual gabus atau filter rasa buah.
Apalagi di onlineshop, biji klik rasa buah mint juga banyak. Satu cup isi 550 biji, tidak sampai Rp30 ribu,” jelasnya.
Kini hadirnya rokok ilegal dengan bermacam aroma buah yang mudah didapat, membuatnya tidak lagi melinting tembakau, berikut memasang filter klik rasa buah.
”Tinggal beli di warung atau toko, tinggal isap. Mungkin kios tembakau jadi berkurang pelanggannya,” duganya.
Seperti diketahui, harga jual eceran (HJE) rokok naik berlaku 1 Januari 2025. HJE rokok 2025 tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 97 Tahun 2024 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau Berupa Sigaret, Cerutu, Rokok Daun Atau Klobot dan Tembakau Iris.
Beleid tersebut sudah diteken Menteri Keuangan Sri Mulyani, pada 4 Desember 2024. Langkah ini dilakukan untuk mendukung pengendalian konsumsi tembakau, melindungi industri tembakau padat karya, dan mengoptimalkan penerimaan negara.
Baik itu menaikkan harga rokok Sigaret Kretek Mesin (SKM), Sigaret Putih Mesin (SPM) maupun produk tembakau lainnya.
Meski menaikkan HJE hampir seluruh produk tembakau, namun pemerintah memutuskan untuk tidak menaikkan tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT).
Berdasarkan hitungan Perkumpulan Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI), kenaikan HJE rata-rata 10,5 persen dan PPN menjadi 10,7 persen, akan mengerek harga rokok per golongan sebesar 13,56 persen sampai 28,27 persen. Atau rata-rata naik 19 persen.
“Kenaikan HJE justru membebani industri hasil tembakau (IHT) mengingat rata-rata kenaikannya yang tinggi,” kata Ketua Umum GAPPRI, Henry Najoan. Bahkan, sigaret kretek tangan (SKT) juga mengalami kenaikan lebih tinggi, yakni 14,07 persen.
Sementara kenaikan upah minimum provinsi (UMP), belum tentu dapat mendorong daya beli konsumen. Ketidakpastian ini justru dapat membebani produsen tembakau, akibat banyaknya beban pengeluaran.
Dia tidak menampik, harga rokok yang melambung tinggi membuka ruang munculnya rokok ilegal.
"Semakin banyak konsumen yang beralih ke rokok murah, apalagi sebagiannya adalah rokok ilegal, kemungkinan besar akan membuat produksi rokok nasional menyusut,” akunya.
“Jika ini terjadi, kami kira yang justru untung adalah penjual rokok ilegal yang tidak terbebani oleh pungutan sebagaimana rokok legal," kata Henry, dalam keterangan tertulisnya, Jumat (3/1/2025).