Rawan Penyelewengan Dana Desa, Kebanyakan Modus Lawas, Mark up, Kegiatan Fiktif, Kurangi Volume Pengerjaan
DPO DANA DESA : Mantan kades di Lahat, Samaimun (kiri) dan Yuliansyah Putrawan (kanan), jadi DPO korupsi dana desa. FOTO: IST--
“Transaksi nontunai memberikan banyak keuntungan," tuturnya. Seperti keamanan, karena tidak perlu membawa uang tunai dalam jumlah besar. Jejak transaksi yang terpantau, dan efisiensi dalam pengeluaran.
Tentunya kesadaran tentang bahaya korupsi harus terus ditanamkan kepada seluruh pemangku kepentingan. Termasuk masyarakat desa, untuk bersama-sama melawan segala bentuk korupsi. "Korupsi adalah musuh kita bersama. Transparansi dan partisipasi aktif masyarakat adalah kunci untuk mencegah korupsi," ungkapnya.
Lebih lanjut Raymond menegaskan kepada seluruh kades di wilayah Banyuasin untuk menghindari praktik penyimpangan dana desa. Seperti laporan pertanggungjawaban (SPJ) fiktif, yang dapat merugikan negara.
Terpisah, Kajari OKU Choirun Parapat SH MH, saat sosialisasi dan penyuluhan hukum dalam penggunaan Dana Desa, mengingatkan dalam penggunaan Dana Desa ada pertanggungjawaban.
Yang umum terjadi dalam penyimpangan dana desa, seperti penggelapan anggaran dana desa, mark up dalam penggunaan anggaran, pemotongan anggaran seperti honor pegawai.
BACA JUGA:Antisipasi Risiko Penyimpangan Dana Desa, Inspektorat OKI Perkuat Mitigasi dan Pengawasan
BACA JUGA:Berkas Dugaan Tipikor Dana Desa Lengkap
Bantuan Langsung Tunai (BLT) juga bisa terjadi pungli, yakni pungutan yang tidak didasarkan legalitas resmi. Padahal tujuan digelontorkan dana desa supaya ekonomi di desa tumbuh dengan berputarnya anggaran di desa. Serta menurunnya angka kemiskinan.
Uang yang diterima desa, diharapkan berdampak kepada masyarakat di desa. Serta peluang menciptakan lapangan kerja. “Untuk mencegah titik rawan penyimpangan, perlu perencanaan secara transparan. Melibatkan partisipatif mulai dari camat, pendamping desa,” ulasnya.
Masih banyak kasus penyelewengan Dana Desa yang lain, melibatkan kades atau mantan kades. Seperti Oktober 2024, Polres Muara Enim, juga menahan oknum Kades Tanjung Medang, Kecamatan Kelekar, Sodikin (48). Total Dana Desa yang diselewengkannya Rp485.758.618.
Dibelikannya properti seperti tanah, kendaraan bermotor, hingga untuk membiayai pendidikan anaknya. Penyelewengan dilakukannya tahun 2015-2018, pada periode pertama menjabat kades. Kemudian dilakukan tahun 2020-2022, di periode keduanya menjabat kades. Modusnya, dalam hal pengelolaan Dana Desa, tidak pernah sama sekali melibatkan perangkat desanya.
BACA JUGA:Meningkatkan Transparansi dan Akuntabilitas Penggunaan Dana Desa di Kabupaten Lahat
BACA JUGA:Kades Didorong untuk Berinovasi dan Kelola Dana Desa Secara Tepat Sasaran
September 2024, Satreskrim Polres Ogan Ilir menangkap Syamsul, mantan Kades Harimau Tandang, Kecamatan Pemulutan. Dia diduga korupsi Dana Desa tahap I dan 2 tahun anggaran 2022. Kemudian Alokasi Dana Desa (ADD) tahap I dan 2 tahun anggaran yang sama. Kerugian negara Rp383 juta lebih. Kasusnya tengah proses sidang di Pengadilan Tipikor Palembang.
Pengakuan terdakwa Syamsul pada persidangan Selasa (11/12/2024), uang DD dan ADD itu digunakannya untuk foya-foya ke tempat karaoke di Palembang. Kemudian, membagi-bagikan sebanyak 600 amplop untuk membeli suara pada bursa Pilkades. Setiap amplop berisi Rp500 ribu.