Izin Ekspor Tembaga Bakal Disetop
*Mulai Pertengahan Tahun Ini
JAKARTA - Presiden Joko Widodo menegaskan dirinya bakal menghentikan izin ekspor tembaga pada pertengahan tahun ini. Keputusan itu diambil Jokowi belum lama setelah pemerintah mengumumkan moratorium ekspor mineral mentah untuk bijih bauksit yang bakal efektif pada Juni 2023 mendatang. “Meski kita ditakut-takuti kalah di WTO kita tetap terus (hilirisasi), justru kita tambah setop bauksit. Nanti pertengahan tahun lagi kita setop tembaga kita harus berani,” kata Jokowi, kemarin.
BACA JUGA :Alhamdulillah, Dua Rumah Warga DibedahRencana moratorium ekspor itu, kata Jokowi, menjadi bagian dari peta jalan industrialisasi bahan baku kendaraan listrik yang bakal menjadi andalan Indonesia mendatang. Berbarengan dengan kebijakan dagang itu, dia mengatakan, pemerintah tengah mengkaji upaya integrasi sejumlah pusat industri hulu hingga hilir dari nikel, bauksit, tembaga hingga timah yang menjadi komponen utama pembentukan baterai hingga kendaraan listrik di dalam negeri.
Kendati demikian, dia mengakui rencana integrasi sejumlah pusat industri yang tersebar di beberapa daerah itu relatif sulit dilakukan. Dia berharap peta jalan itu dapat tetap menjadi prioritas dari pemerintahan selanjutnya. “Kita harapkan ini bisa jadi ekosistem bagi kendaraan listrik yang ke depan memberi masa depan yang cerah karena seluruh pasar membutuhkan mobil listrik, tahapannya akan masuk ke baterai listrik terlebih dahulu,” kata dia. Namun memang rencana moratorium ekspor tembaga itu relatif sulit dilakukan di tengah kapasitas olahan industri lanjutan dalam negeri yang masih rendah.
Sebelumnya, Presiden Direktur PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT) Rachmat Makkasau memperkirakan 70 persen produksi katoda tembaga hasil pemurnian dari smelter domestik akan diekspor pada 2025 mendatang. Rachmat beralasan industri hilir baru mampu menyerap 30 persen dari kapasitas produksi katoda tembaga di dalam negeri.
“Ini akan menjadi isu yang cukup besar karena semuanya kita ekspor di 2025 karena serapannya baru 30 persen sisanya 70 persen produk akan diekspor dan dinikmati oleh negara lain,” kata Rachmat. Di sisi lain, dia mengatakan investasi pembangunan smelter mineral dan logam di dalam negeri cukup tinggi untuk memenuhi kewajiban hilirisasi pemerintah.
Hanya saja, Rachmat menyayangkan mineral logam hasil pemurnian itu justru mesti diekspor dalam jumlah yang signifikan. “Investasi pembangunan smelter tembaga cukup tinggi, nilai tambah yang didapatkan hanya sekitar 5 sampai 7 persen, sangat kecil,” kata dia.
Berdasarkan hitung-hitungan Amman Mineral, smelter domestik akan mulai memproduksi 1,1 juta ton katoda tembaga pada 2025 mendatang. Proyeksi itu berasal dari target commercial operation date (COD) dari smelter PT Freeport Indonesia (PTFI) dan Amman Mineral yang ditargetkan efektif pada akhir 2024.
Sementara itu, permintaan katoda tembaga domestik saat itu baru mencapai di kisaran 300.000 ton. Malahan potensi serapan permintaan industri hilir dipastikan masih bergerak lamban pada 2030 dan 2040 di angka masing-masing 575.000 ton dan 1 juta ton. “Kapasitas produksi akan penuh di 2025 kita akan kelebihan katoda tembaga untuk konsumsi dalam negeri sekitar 70 persen ini akan jadi isu, jangan harap perusahaan tambang melakukan downstream,” kata dia. (fad)