Prabowo Diharapkan Jadi Panglima Dalam Memberantas Mafia Pertambangan
Prabowo Diharapkan Jadi Panglima Dalam Memberantas Mafia Pertambangan-Foto: BPIP-
SUMATERAEKSPRES.ID - Pasal 33 ayat 3 UUD 1945 menggariskan bahwa "bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat."
Namun, implementasi pasal ini dihadapkan pada tantangan besar dalam pengelolaan sumber daya alam (SDA), mulai dari kerusakan lingkungan, ketidakadilan distribusi hasil, hingga korupsi yang melibatkan penyelenggara negara.
Tantangan Kedaulatan SDA di Era Baru
Dalam diskusi kelompok terpumpun (FGD) bertajuk "Kerapuhan Etika Penyelenggara Negara dalam Berbangsa dan Bernegara: Kedaulatan Sumber Daya Alam" yang diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) di Universitas Tanjungpura, Pontianak, Kalimantan Barat, berbagai persoalan pengelolaan SDA diungkap.
BACA JUGA:Romo Benny Susetyo, Staf Khusus Dewan Pengarah BPIP, Tutup Usia di Tengah Misi Ideologi Pancasila
BACA JUGA:Kevin Lilliana, Peran BPIP dalam Menyebarkan Nilai Pancasila untuk Generasi Muda Sangat Vital
Presiden terpilih, Prabowo Subianto, diharapkan mampu memimpin upaya pembenahan pengelolaan SDA secara tegas dan berkeadilan.
Guru Besar Hukum Pidana Universitas Pancasila, Agus Surono, menyoroti masalah utama seperti deforestasi, pasca-tambang, dan ketimpangan ekonomi di daerah kaya SDA.
Deforestasi mencapai 115.500 hektar per tahun pada periode 2019–2020, sementara sekitar 3.000 lubang tambang terbengkalai belum direklamasi hingga 2023. Di sisi lain, daerah kaya SDA seperti Papua justru memiliki tingkat kemiskinan yang tinggi.
"Ini fenomena resource curse, di mana kekayaan alam tidak berbanding lurus dengan kesejahteraan masyarakat," ujar Agus.
BACA JUGA:Konsulat RI di Hamburg Sambut Delegasi BPIP dan MPR RI, Perkuat Persatuan dan Ideologi Pancasila.
Ketimpangan Sosial dan Regulasi yang Tidak Efektif
Agus juga menyoroti relevansi regulasi pertambangan dan lingkungan hidup yang belum mampu mengatasi tantangan zaman.
Ia menekankan pentingnya penyelenggara negara memiliki komitmen terhadap keberlanjutan lingkungan, transparansi, dan akuntabilitas.
Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Papua, Maikel Primus Peuki, menambahkan, pembangunan yang tidak melibatkan masyarakat lokal memicu konflik dan mengancam kelestarian lingkungan.
“Deforestasi dan eksploitasi tambang semakin marak di Papua, terutama sejak kebijakan Daerah Otonomi Baru (DOB) diterapkan," ujarnya. Konflik sosial dan kerusakan lingkungan menjadi dampak serius akibat kebijakan ini.