Penguatan Literasi di Ruang Digital
Guru SMAN 1 Sanga Desa, Rojaki, M.Pd. -foto: ist-
Kebanyakan informasi yang valid disertai dengan sumber yang jelas sehingga pembaca berita bisa mengecek informasi sebenarnya melalui alamat situs resmi dari media yang tepercaya.
Perlu dicatat, apabila situs yang tercantum menggunakan domain blog, masih belum dapat dikatakan valid. Jadi, apa yang harus dilakukan?
Pengguna medsos harus mencari informasi serupa yang terdapat di media-media yang tepercaya. Jika informasi yang terdapat di media sosial itu tidak ada atau berlainan dengan informasi di situs resmi, dapat dikatakan informasi yang bersumber dari medsos tersebut hoaks atau disinformasi.
BACA JUGA:Dukung Literasi Digital Guru SMP, Berbantuan Kecerdasan Buatan
BACA JUGA:Catat, Inilah Inisiatif KemendikbudRistek Tingkatkan Kompetensi Siswa dalam Literasi dan Numerasi!
Sebagai contoh, yang kerap terjadi di Whatsapp adalah adanya pesan yang tidak diketahui sumbernya dan berlabel anonim, masuk ke grup whatshapp. Dalam menyikapi hal tersebut, pengguna media sosial yang tidak bijak biasanya akan ikut emosional dan langsung menyebarkan ke grup-grup Whatsapp lainnya.
Ketiga, membandingkan informasi dari medsos dengan berita di beberapa media massa. Kalau merasa masih belum yakin akan kebenaran suatu informasi pada satu situs, pengguna medsos dapat mengecek di situs yang lain dengan membandingkan fakta yang diusung.
Jika informasi yang terdapat di beberapa media sama, dapat dipastikan informasi tersebut valid.
Era teknologi seperti saat ini, penggunaan media sosial tidak dapat lagi dibendung dan dihindari. Perkembangnya yang melesat pun tak bisa dianggap enteng.
BACA JUGA:Bangun Literasi Warga Binaan
Mau atau tidak mau, sebagai masyarakat yang tidak ingin ketinggalan informasi akan sering menerima bahkan mengakses berita yang belum jelas kebenarannya.
Pertanyaannya, kita mau menjadi pengguna medsos yang seperti apa? Melalui tulisan ini, penulis mengajak kepada pembaca yang budiman mari bijak dalam bermedia sosial agar tidak merugikan diri sendiri dan juga orang lain.
Teknologi apa pun memang membawa perubahan bagi kehidupan manusia. Perubahan positif dan negatif tergantung kesiapan dan kedewasaan kita menyahuti dan menyikapinya. (*)
MerajutBhinekaBhinneka Tunggal Ika
Rojaki, M.Pd.
Guru SMAN 1 Sanga Desa
Bhinneka Tunggal Ika, siapatakkenaldengansemboyanbangsakitaini? Sebuahfrasa yangdenganjelastelahberpuluh-puluhtahundirumuskan dan menjadifondasiutamabagibangsakita yang bertajukbumipertiwi.Sebuahsemboyan yang digunakanuntukmempersatukanbangsa Indonesia yang merupakan negara kepulauan. Semboyandenganberlandaskankonsepkeberaagamaninilahirdaribahasasangsekerta pada masa Kerajaan Majapahit dan denganjelassemboyan yang digunakanuntukmempersatukannusantara.
Akan tetapi, bagaimananasibsemboyanBhinneka Tunggal Ika di zaman dan era yangsemakinmajemuk dan mileniaini. Negara kita bukanlagididiami oleh satuatau dua agama, kelompok, ras, etnikatausukusajaseperti pada masa lahirnya ”Bhineka Tunggal Ika tan Hana Dharma Mangrwa” pada masa itu? Masihkahkita mempertahankannya? Tentunyatidakhanyasebataslisansemata, tetapidihayati, diresapi, dan diimplementasikandalamtindakankitasehari-hari. Terlebihkitatahubahwa tahun 2019 lalukitasebutsebagaitahunpolitik. Isu agama, suku, ras, agama mewarnaipanggungpolitik negeri.
Ini mungkinsebuahpertanyaanretoris yang menjemukan. Sudahseringkitamendengarkanbahkankita pun sampaibosan. Tapi, apakahkitapantasmerasabosanbilajawabankonkretnya yang terjadi di lapanganuntuksaatini, tentusaja Tidak.Karena setiaphariadasajatersiarkabarkonfliksalingmenyerangantaragama, kelompok-kelompokradikal yang terusmengehembuskanteror-terormengadudombauntuksalingmenyerang. Ekspolitasiisuterkait agama, ras, suku dan antargolongan (SARA) takmenjadisarapan di pagihari.
Konflikkesukuanmerupakanpersoalan yang sangat mengkhawatirkan di Indonesia. Keharmonisandalammasyarakatseakan-akanterancam oleh keberagamanbudaya yang dimiliki oleh Indonesia, hal yang seharusnyamenjadikebanggaanberubahmenjadisesuatu yang membahayakan, terutamabagimasyarakatmultikultural (masyarakatmajemuk) di negeri ini.
Sepertipepatah yang mengatakan “berdirisamatinggi, duduk samarendah”. Penulis sangat yakin, tidakadasatupun golongan yang paling indah di antarasuku, agama, bahasa, maupunras. Karena semuaitusejatinyaadalahkekayaanbangsa yang luhur danadiluhung. Penulismeyakinibahwa semuanyamenjadi paling indah jikalauadanyakehidupan yang harmonis dan sikaptolerasi di tengahperbedaan dan keberagamanbangsaini.
Toleransi yang Mengakar
Sejatinya, sikaptoleransipotensisikaptoleransisudahadasejakbangsainilahir dan hidupmengakar padamasyarakatindonesia. Sayangnya, potensitersebutkerapmenyusut dan terjadi pasang surutsaatprovokasi disulut oleh oknumoknum yang tidakbertanggungjawab juga suara yang tidakterjaga.Toleransidikemasdalamperadabanbudaya. Toleransidibina dan diperkuatdalambingkaipersamaan dan persatuanbangsa. Karakterini sangat cerdasdibiasakan, terlebihdalamlingkunganpendidikan.
Pendidikan merupakansektorpentingdalamusaha-usahakonservasinilai-nilaiBhinneka Tunggal Ika pada generasimuda yang sangat fenomenalini. Sebab, denganadanyaimplementasinilai-nilaiBhineka Tunggal Ika pada generasimudamelaluipendidikansejatinyakitatelahmempersiapkangenerasipenerusbangsa yang jauhlebihkompeten untukterjundalamkehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang plural ini.Sejatinya guru diharapkan memilkiimunitas dan pengetahuansertawawasan yang luastentangkebhinekaansehinggatidakmudahgoyah, dan tersulut oleh isu-isu yang berbauprovokasidarioknum-oknum yang tidakbertanggungjawab.
Di sisi lain, implementasi nilainilaiBhineka Tunggal Ika melaluipendidikan juga dapatmenumbuhkembangkansikap dan arti pentingnyanasionalismedibandingkansikapegoismekelompok yang selamainidibungkusatasdasar “solidaritas”. Solidaritasmelahirkanpersatuan.KatasolidaritasselamainitelahmembiussebagianmasyarakatIndonesia untukberbuatlebihnekatketikasebuahgesekanakibatperbedaanpendapat, pandangan, dan lain-lain yang berujung pada konflik. Naifnyagesekansemakinmembukalebarluka.
Membahastentangimplementasinilai-nilaiBhinneka Tunggal Ika dalamkontekspendidikan, tentukitaakanterfokus pada peransekolah, guru-guru sebagaiujungtombakpendidikan (garda depan) dan terlebih orang tua di rumahsebagaikelompokmasyarakatterkecil. Merekaadalah motor penggerakdalamperkembanganseoranganakmenujuproses kedewasaanberpikir dan bertindak.Keluargakhususnya orang tua dan guru-guru di sekolahdiharapkandapatmelakukanfilterisasi dan pengawasanterhadapperkembanganpsikis pada anak. Merekaharusmenyaringinformasi-informasi yang masukdalampikirananak-anakmereka. Jangansampai hama-hamaradikalisme tumbuhsuburmenghambatperkembanganbibit-bibittoleransi antar-sesamadalamperkembangananak-anak dan murid mereka.