KOMTAL (Komunikasi Total)
Sri Warih Handayani SPd Waka Kurikulum SLB N Pembina Palembang-foto: ist-
SUMATERAEKSPRES.ID - Komunikasi menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) adalah pengiriman dan penerimaan pesan atau berita antara dua orang atau lebih sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami. Bagaimana jika salah satu atau ke dua komunikan dan komunikator adalah penyandang Tunarungu?
MENURUT UU No 8 Tahun 2016 Tunarungu termasuk penyandang disabilitas sensorik. Yaitu individu yang memiliki gangguan dalam pendengarannya, baik secara keseluruhan ataupun masih memiliki sisa-sisa pendengaran, sehingga kurang mampu berkomunikasi, dan walaupun sudah diberikan alat bantu pendengaran.
Tes BERA, atau Brainstem Evoked Response Audiometry, adalah sebuah metode pemeriksaan yang berperan penting dalam mendeteksi gangguan pendengaran pada individu. Tes BERA bekerja dengan memantau aktivitas listrik yang dihasilkan oleh sistem saraf pendengaran saat menerima rangsangan suara. Klasifikasi tunarungu dapat diukur dan dinyatakan dengan menggunakan satuan bunyi decibel (dB). Tunarungu ringan (27–40 dB) Merupakan tunarungu yang tergolong memiliki hambatan pendengaran yang ringan sulit mendengar suara dari jarak jauh. Tunarungu sedang (41 – 55 dB).
Merupakan tunarungu yang tergolong memiliki hambatan sedang mengerti percakapan dengan jarak 1-2 m secara berhadapan. Tunarungu agak berat (56 – 70 dB). Merupakan tunarungu yang tergolong hambatan agak berat hanya bisa mendengar suara dengan jarak dekat dan memerlukan alat bantu pedengaran. Tunarungu berat (70 – 90 dB). Merupakan tunarungu yang tergolong memiliki hambatan yang berat yang hanya bisa mendengar suara-suara keras dari jarak dekat.
Hal ini berarti membutuhkan pendidikan khusus secara intensif. Tunarungu berat sekali (90 dB – lebih). Merupakan Tunarungu yang tergolong memiliki hambatan pendengaran yang berat sekali mungkin ia masih mendengar suara keras sekali, tetapi mereka lebih menyadari suara melalui getaran dari pada pola suara dan selalu mengandalkan penglihatannya dari pada pendengarannya.
BACA JUGA:Zakat Jadi Game Changer, Kemenag Fokus pada Disabilitas dan Lansia
Anak yang bisa mendengar memiliki kesempatan berinteraksi dengan lingkunganya sehingga terjadi pemerolehan bahasa ibu secara alamiah. Keadaan demikian, tidak terjadi pada anak tunarungu.
Perkembangan bahasa lisan dan komunikasi anak tunarungu menjadi terhambat, karena tidak memiliki akses model atau pola bahasa yang diperoleh melalui indera pendengaran tidak ada pola bahasa yang diimitasi sehingga terjadi kemandegan proses imitasi bunyi bahasa yang tumbuh dan berkembang di lingkungannya. Perkembangan bahasa dan bicara, anak tunarungu terbatas pada peniruan yang sifatnya visual yaitu gerak dan isyarat.
Oleh karena anak tunarungu kemampuan berbahasanya tidak akan berkembang jika mereka tidak dididik atau dilatih secara khusus. Akibatnya dibandingkan dengan anak yang mendengar dengan usia yang sama, maka dalam perkembangan bahasanya akan membuat jauh tertinggal.
Anak Tunarungu dalam berbahasa dan bicara mempunyai ciri-ciri sebagai berikut. Anak Tunarungu miskin dalam kosa kata. Anak Tunarungu sulit mengartikan ungkapan yaitu ungkapan bahasa yang mengandung arti kiasan. Anak Tunarungu kurang menguasai irama dan gaya bahasa. Kondisi ini menyebabkan kurang atau tidak mampu mengadakan komunikasi dengan sesama dan atau dengan lingkungannya. Berbagai upaya dapat dilakukan dalam rangka mengantarkan anak-anak tunarungu menuju ke arah kehidupan yang wajar. Upaya untuk memenuhi tuntutan itu adalah pengembangan komunikasi bagi anak-anak tunaTungu melalui pendekatan Komunikasi Total.
Komunikasi total merupakan suatu pendekatan filosofi dalam pendidikan anak tunarungu, dalam arti bahwa dengan komunikasi total diharapkan anak-anak tunarungu dapat merealisasikan eksistensi dirinya. Dan mencapai taraf komunikasi yang setara dengan anak-anak normal untuk menuju ke arah kehidupan yang wajar. Pendekatan ini dilakukan dengan memperkecil hambatan-hambatan yang dialami anak melalui komunikasi dengan cara mengembangkan apa saja yang ada pada dirinya yaitu: Gestures (gerak-gerik). Sign language (bahasa isyarat). Fingerspelling (ejaan jari), yang meliputi: satu Tangan dan dua tangan. Writing (tulisan) yang dapat dimanfaatkan sebagai wahana komunikasi. Penerapannya komunikasi total hendaknya dilakukan sejak dini dan disesuaikan dengan kebutuhan dan karakteristik anak tunarungu. Dalam penerapan komunikasi total sangat membutuhkan kerjasama dari guru, terapis dan orang tua untuk melatih anak tunarungu sehingga dapat berkembang dengan baik.
BACA JUGA:Kursi Roda Bocah Disabilitas di Lubuklinggau Dicuri, Bantuan Segera Diberikan
BACA JUGA:HUT AP II, Beri Bantuan 7 Kaki Palsu untuk Warga Penyandang Disabilitas di Sumsel