27 Bidang Tanah Nama “Orang Dalam”
*Belum Ada Hasil Lanjutan Penyidikannya
*Rahasia Umum, Pungli Sertifikat PTSL
PALEMBANG – Keterlibatan oknum pegawai BPN dalam korupsi yang melibatkan juga Lurah Talang Kelapa membuktikan adanya mafia tanah di Sumsel. Sebelumnya, ada kasus serupa. Sama-sama pada program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) 2019.
Modus dalam kasus itu, warga di Kelurahan Karya Jaya, Kecamatan Kertapati, Palembang melalui lurah mengajukan pembuatan sertifikat lewat program PTSL. Malah kedua terpidana menerbitkan sertifikat tanah seluas 100 hektare yang diduga untuk pihak-pihak tertentu. Dari penerbitan sertifikat tanah itu, keduanya menerima gratifikasi tanah yang luasnya puluhan hektare di kawasan Karya Jaya, Kertapati. Tersangka pertamanya, AZ saat itu bertugas di BPN Palembang sebagai Kasi Hubungan Hukum sekaligus Ketua Panitia Adjudifikasi PTSL 2019. Tersangka kedua, J sebagai Kasubsi Penetapan Hak Tanah BPN Palembang sekaligus Wakil Ketua Tim 2 Bidang Hubungan Hukum/Yuridis.
Dalam kasus ini, penyidik Kejari Palembang telah menyita 27 bidang tanah di kawasan Karya Jaya, Kertapati. Terungkap, 27 bidang tanah itu semuanya atas nama “orang dalam”. Mereka oknum pegawai BPN. Termasuk di dalamnya milik AZ dan YK. Sayangnya, belum ada titik terang dari terungkapnya 27 bidang itu. Tak ada juga penyidikan lanjutan pasca vonis terhadap AZ dan YK.
Di OKU Timur, oknum Kades Tanjung Bulan 2015-2021, Agus, lakukan pungli pembuatan sertifikat tanah Prona 2016-2017. Warga yang ingin ikut program gratis itu malah dimintai biaya Rp1,5 juta. Total ada 347 sertifikat yang ikut penawaran tersebut. Proses pembuatan sertifikatnya di BPN Baturaja. Kasus ini sudah berakhir di meja sidang. Sang mantan kades terbukti pungli, divonis 4,5 tahun penjara.
BACA JUGA : Hemat Signifikan, Kendala SPKLU
Sementara, di Ogan Ilir, B, berusaha meningkatkan status surat tanah miliknya yang dibuat tahun 1955 menjadi sertifikat hak milik (SHM). Lahan seluas 58 hektare dalam satu hamparan berada di wilayah Payakabung. Namun, ada sekitar 36 hektare dari 58 hektare yang diklaim kepemilikannya oleh sekitar 13 orang melalui sertifikat yang dibuat lewat Prona.
“Ketika hendak mengurus surat permohonan pengukuran tanah, pihak BPN langsung mengatakan di tanah itu bermasalah karena banyak tumpang tindih sertifikat,” terangnya.
Sebelumnya, 2021 lalu pernah mencuat kasus tanah desa yang dicaplok dan dibuatkan sertifikat hak milik pribadi oleh sejumlah oknum. Kejadian di Desa Tambang Rambang, Kecamatan Rambang Kuang.