https://sumateraekspres.bacakoran.co/

Weekend Jadi Momok Kemacetan Perlintasan Sebidang, Padatnya Angkutan Batu Bara

ATUR LALU LINTAS: Polisi disibukkan mengatur lalu lintas, pada kemacetan panjang di simpang Belimbing, Muara Enim, Jumat malam (14/9). -FOTO: INSTAGRAM-

Pembangunan flyover, menurutnya menjadi solusi jangka panjang. Namun pembangunannya tidak akan mudah. "Di sana masalahnya kompleks, harus ada pemindahan jalan. Kalau jalannya masih di sana, tidak mungkin bisa," jelanya.

Sebenarnya, ada beberapa jalan alternatif yang bisa dilalui. Hanya saja itu hanya untuk kendaraan kecil, yang pernah disiapkan ketika lebaran. "Masuknya kalau dari Muara Enim, ke Desa Muara Harapan. Keluarnya di Desa Aur Duri, dekat jalan layang PT TEL. Jraknya sekitar 37 Km, itu jalan kabupaten sehingga ada keterbatasannya seperti tonasenya," imbuhnya.

Di jalan yang sama, juga bisa mengarah ke Kecamatan Lubai, dengan jarak sekitar 50 km.  "Kalau mau ke arah Lubai atau Baturaja, bisa lewat sana. Tapi jangan belok ke arah PT TEL, tapi lurus saja. Dari arah Gunung Megang juga bisa, lewat Sumaja Makmur. Keluarnya di PT Tel ataupun di Lubai," ulasnya. 

BACA JUGA:Dilalui Mobil Sawit, Jembatan Jebol, Uji Coba Kapal Tongkang Batu Bara

BACA JUGA:Kedapatan Muat 28 Ton Batu bara Ilegal, Sopir Truk Ini Ngaku Dibayar Rp 6,6 Juta

Bila dari arah Kabupaten PALI ingin ke arah Palembang, juga bisa menggunakan jalan alternatif Gunung Raja. Dimana nantinya bisa keluar di Payuputat, Prabumulih. "Kalau memamg ingin menghindari macet, maka bisa menlewati jalur-jalur alternatif itu. Tapi memang jaraknya agak jauh," terangnya. 

Untuk rambu-rambu petunjuk jalan, juga sudah ada bekas aru mudik lebaran. Bisa menjadi petunjuk jalan. "Kalau rambu rambu permanen sedang akan diajukan untuk APBD tahun 2025 nanti," tuturnya. 

Namun sayangnya, lanjut Junaini, tidak semua orang mengetahui jalan alternatif tersebut. Kecuali warga yang memang berasal dari Muara Enim. "Karena yang melintas ini kebanyakan orang jauh, jadi kemungkinan lebih memilih jalan yang biasa dilalui," bebernya. 

Tapi, jalan alternatif tersebut tidak disarankan dilintasi pada malam hari. Karena penerangannya masih minim. "Dan kemacetan di perlintasan tersebut tidak terjadi setiap hari sehingga orang masih memilih jalan biasa dibanding alternatif," ungkapnya. 

Lanjut Junaidi, Kabupaten Muara Enim merupakan daerah perlintasan, Karena berada di pertengahan Sumsel, berbatasan juga dengan Prabumulih, Lahat, OKU, dan PALI.  "Titik kemacetan yang biasa terjadi juga di arah simpang Meo, menuju arah Baturaja. Karena kondisi jalan yang sudah tidak layak lagi," terangnya.

Jalannya kecilm yang melintas kendaraan besar. Jalan lintas tengah (Jalinteng) Sumatera itu sudah tidak bisa dilebarkan lagi, karena ada jurang dan juga tebing. "Kalau ada truk yang rusak, sudah bisa dipastikan akan macet. Kalau tidak ya paling padat merayap, tapi itu tidak setiap hari," ulasnya.

Jadi menurutnya, untuk mengatasinya, adalah penjadwalan KA Babaranjang, pembangunan flyover, ataupun jalan alternatif. "Kalau ada jalan tol lebih enak lagi, karena pasti akan sangat membantu," pungkasnya.

Kemacetan akibat angkutan batu bara, juga terjadi di Kabupaten Lahat. Khususnya ruas jalan nasional yang menghubungkan Lahat-Muara Enim. Kemacetan semakin menjadi-jadi, dari aktivitas industri batu bara yang pesat sejak 2012 silam.

Belum adanya jalur khusus untuk angkutan batu bara, membuat kendaraan besar itu menggunakan jalan umum yang sudah padat. “Kondisi jalan tidak memadai, dan kepadatan kendaraan,” kata Kasat Lantas Polres Lahat AKP Agus Gunawan, Sabtu (14/9).

Termasuk angkutan batu bara dan kendaraan umum, menciptakan kemacetan yang sering kali memblokir akses transportasi. Terlebih biila ada kerusakan kendaraan batu bara seperti patah as dan pecah ban yang sering terjadi. Menambah frekuensi kemacetan, terutama malam hari. 

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan