Semakin Menyayat Hati, Usia 7 Bulan AA Korban Pembunuhan-Digilir 4 Bocil, Sudah Berpisah dengan Ibu Kandungnya
BANTU IBU AA: Kades Geramat Agustian dan Camat Mulak Ulu Marles Yuniardi, memberikan bantuan kepada Lesi ibu kandung AA, belum bisa ziarah ke Palembang karena tidak memiliki ongkos. -foto: kades geramat agustian-
LAHAT,SUMATERAEKSPRES.ID - Tragisnya siswi SMP inisial AA (13) yang dibunuh dan diperkosa 4 pelaku sesama anak bawah umur, semakin menyayat hati. Ternyata, sejak usia 7 bulan dia sudah berpisah dengan ibu kandungnya, Lesi yang bercerai dari suaminya, Safarudin.
Sedari bayi hingga akhir khayatnya Minggu, 1September 2024, AA pertemuan AA dan ibu kandungnya bisa dihitung jari. Tak lain karena faktor ekonomi dan jarak. Lesi (35) sudah berkeluarga lagi, tinggal di Desa Geramat Kecamatan Mulak Ulu, Kabupaten Lahat.
Sedangkan AA ikut bersama ayah kandung dan ibu sambungnya, di Jl Sirna Raga, Kelurahan Pipa Reja, Kecamatan Kemuning, Palembang. Tak jauh dari lokasi AA dibunuh, TPU Talang Kerikil, Kelurahan Sukajaya, Kecamatan Sukarami, Kota Palembang.
Sumatera Ekspres, Jumat siang, 13 September 2024, menelusuri mencari tempat tinggal Lesi di Desa Geramat, Kecamatan Mulak Ulu, Kabupaten Lahat. Sayang dia sedang tidak berada di rumah.
BACA JUGA:Kasus di Palembang Bakal Jadi Pematik Revisi UU SPPA, Sahroni: Harus Ada Jeratan Hukum yang Setimpal
"Lagi keluar dek ibunya, dari habis Jumat tadi. Persiapan mau ke Palembang," ungkap Yupi (42, suami Lesi. Rumahnya berdinding beton, belum sepenuhnya diplester bagian dalamnya. Perabotan dalam rumahnya pun sedikit.
Sangat sederhana, kamarnya pun hanya terpisah sekat. Rumah itu berada dekat kebun kopi, di ujung dusun. “Ini juga dibeton karena baru dapat bantuan bedah rumah,” tutur Yupi, yang bekerja sebagai kuli bangunan di desanya. Sementara Lesi, ibu rumah tangga biasa.
Yupi menceritakan, mereka sudah dapat kabar kematian AA yang tragis. Yupi membenarkan istrinya itu, ibu kandung dari AA. “Warga desa sini awalnya banyak yang tidak tahu, begitu juga dengan pemerintah setempat,” tutur Yupi.
Karena itu begitu dapat kabar duka AA dibunuh, malamnya Yupi dan Lesi menggelar yasinan seadanya di rumah. Hanya mengundang beberapa tetangga. Sehingga sebagian tetangganya baru tahu saat yasinan itu, bahwa korban AA yang dibunuh di Palembang itu putri kandungnya Lesi.
BACA JUGA:3 Bocil Dikirim ke Panti Rehabilitasi, Bunuh dan Perkosa Siswi SMP, Penyidik Percepat Berkas Perkaranya
Hanya saja karena keterbatasan ekonomi, Lesi maupun Yupi memang belum sempat ziarah ke makam AA di TPU Talang Kerikil Palembang. Walaupun rencana itu disebut Yupi sudah ada.
"Jadi cari uangnya dulu. Ini saja saya bekerja buruh bangunan di Pagaralam dek. Baru pulang siang tadi," ungkap Yudi. Namun, untuk ongkos dan biaya di Palembang rasanya belum cukup.
Namun Yupi bersyukur. Kemarin pagi, datang Kades Geramat Agustian dan Camat Mulak Ulu Marles Yuniardi. Bertemu Lesi, Memberikan bantuan, untuk tambahan perjalaan ziarah ke Palembang. “Alhamdulillah,” ucap Yupi.
Yupi menambahkan, belakangan ini beberapa kejadian beruntun menimpa Lesi. Dari anaknya sakit, digigit anjing, sampai AA dibunuh.
"Jadi belum sempat ziarah ke Palembang, karena biaya dan ada musibah. Tapi tadi ada bantuan dari Pak Kades, untuk berangkat ke Palembang," ucap Yupi lagi.
BACA JUGA:Bravo Polrestabes Palembang-Polda Sumsel, Amankan 4 Terduga Pembunuh Siswi SMP, Ada Bocil Terlibat
BACA JUGA:Keselamatan 3 Bocil Juga Jadi Prioritas, Tersangka Pembunuhan dan Gilir Jasad Siswi SMP
Soal firasat kejadian memilukan itu terjadi, Lesi sempat bercerita kepada suaminya, bahwa dia seperti melihat bayangan putrinya itu. “AA dan ibu kandungnya terakhir bertemu sekitar 4 bulan lalu, waktu ibu kandungnya ke Palembang,” terang Yupi.
Lesi bercerai dengan Safarudin, saat AA berusia 7 bulan. AA tinggal bersama ayah kandungnya di Palembang. Sedangkan Lesi mengajak putri sulungnya. "Kalau ayuknya AA sudah berkeluarga. Jadi di rumah ini, saya dan istri, bersama 2 anak kami,” jelas Yupi.
Polda Sumsel lakukan olah TKP penemuan jenazah korban Ayu Andriani (14) di TPU Talang Kerikil, Kelurahan Pipa Reja, Kecamatan Kemuning, Palembang. Foto: evan zumarli/sumateraekspres.id--
Kades Geramat Agustian, membenarkan Lesi warga desanya, ibu kandung korban AA yang dibunuh di Palembang. “Namun kami juga baru tahu (setelah viral),” ulasnya.
Dari informasi yang didapat Agustian dari Lesi, dia sudah bercerai dengan suaminya itu sejak 12 tahun lalu. Atau saat itu usia AA baru 7 bulan. “Anak pertama Lesi itu sekarang sudah menikah, tinggal di desa lain,” tambah Agustian.
Setelah cerai, Lesi menikah dengan warga Desa Geramat, Yupi. Mereka sudah dikaruniai 2 orang anak. “Sebelumnya kami belum tahu kalau Lesi telah bersuami sebelumya dan punya anak," ungkapnya
Agustian menuturkan, keluarga Yupi dan Lesi, memang warga kurang mampu. Sehingga masuk dalam program keluarga harapan (PKH). “Belum lama ini juga dapat bantuan bedah rumah,” jelasnya.
Begitu Agustian bersama perangkat desa dan Camat Mulak Ulu menemui Lesi, ternyata alasannya belum ziarah ke Palembang karena tidak memiliki ongkoss.
“Maka kami tadi pun memberi bantuan kepada Lesi, agar bisa ziarah ke makam putrinya di Palembang,” ucapnya. Kabar terakhir, Lesi sudah berangkat ke Palembang. Kemungkinan tiba pada Jumat malam, agar Sabtu pagi bisa segera ziarah ke makam AA.
Safarudin Mencari Keadilan ke Jakarta
Sebelumnya, Safarudin alias Udin ayah kandung AA, mencari keadilan sampai ke Ibu Kota Jakarta. Udin tidak terima 3 dari 4 pelaku itu, hanya direhabilitasi. Hanya tersangka IS (16), yang menjalani penahanan di rutan Polrestabes Palembang.
Sementara MZ (13), NS (12), dan AS (12), dititipkan penyidik ke UPTD Panti Sosial Rehabilitasi Anak Berhadapan dengan Hukum (PSR-ABH) Indralaya, Kabupaten Ogan Ilir (OI).
“Kami tidak rela pelaku hanya direhab. Tidak adil bagi kami,” ucap Udin, menemui pengacara kondang Dr Hotman Paris Hutapea SH MHum.
CARI KEADILAN: Safarudin saat mencari keadilan, minta suarakan melalui Hotman Paris Hutapea. -FOTO: INSTAGRAM-
Sebagai pakar hukum, Hotman juga memahami tentang UU Perlindungan Anak dan UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA). ”Mudah-mudahan hakim Indonesia berani melakukan teroboson hukum,” ucapnya.
Sebab korban dibunuh terlebih dahulu, baru diperkosa secara bergilir oleh keempat pelaku anak bawah umur. Dua kali, di dua tempat berbeda. “Karena sekarang ini, kelakuan anak di bawah umur 15 (tahun), sudah seperti orang dewasa, karena kemajuan teknologi,” ucapnya.