Etika Berdemokrasi dalam Perspektif Islam
Dr H Syarif Husain SAg MSi, (Dosen/Widyaiswara BDK Palembang)-ist-
Keempat, konsep kepemimpinan yang adil akan lahir dari pemimpin yang yang amanah dan bertanggungjawab dalam mengelola negara sesuai dengan nilai-nilai Islam. Bahkan Islam juga memandang bahwa etika dalam berdemokrasi yang baik adalah harus didahului dengan niat yang Ikhlas, murni dan penuh kesadaran dan keyakjinan, bahwa jabatan yang diembannya akan dimintai pertanggungjawabannya pada setiap kebijakan yang keluar dan ditetapkan.
Perlindungan terhadap hak azasi manusia juga harus menjadi fokus perhatian, sebagai bukti bahwa pelaku demokrasi harus beretika. Sehingga rakyat merasakan dan merasa dilindungi hak-hak individunya tanpa diskriminasi. Dalam pandangan islam melindungi hak azasi manusia merupakan bagian integral dari prinsip-prinsip moral Islam.
Untuk menciptakan masyarakat yang beradab, perlindungan hak asasi manusia harus menjadi pijakan yang kuat dalam sebuah tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara, itulah etika dalam berdemikrasi.
Kelima, kebebasan tanpa batasan dapat membawa dampak negatif pada moralitas masyarakat. Dalam pandangan Islam kebebasan dalam sistem demokrasi harus diatur dan dijaga keseimbangannya agar tetap dan sesuai dengan nilai-nilai etika yang dianut dan diimplementasikan dalam nilai-nilai Islam. Etika politik dalam berdemokrasi harus mampu menciptakan pondasi yang kokoh dan mencakup partisipasi aktif masyarakat, supremasi hukum, kepemimpinan yang adil, perlindungan hak asasi manusia, dan keseimbangan kebebasan individu harus tetap dipertahankan.
Demokrasi yang sehat harus selaras dengan etika dan moralitas untuk mencapai tata kelola pemerintahan yang baik dan harmoni sesuai dengan visi dan misi pemerintah untuk cipta kondisi masyarakat yang adil dan beretika.
Terdapat ayat suci Alquran yang mengindikasikan tentang pentingnya etika dalam berdemokrasi untuk menghadirkan rasa keadilan pada kehidupan masyarakat. Seperti tercantum dalam Alquran surat Shad ayat ke-26: Hai Daud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah Swt.
Sesungguhnya orang-orang yang sesat dari jalan Allah, akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan. (QS. Shad: 26)
Seharusnya etika berdemokrasi harus selalu dikedepankan bagi setiap individu terutama yang mempunyai jabatan publik, dengan tujuan untuk dijadikan sebagai bahan evaluasi serta sebagai pengendali untuk penguasa dan sebagai sarana untuk meminimalisasi penyalahgunaan jabatan kekuasaan yang sedang diamanahkan pasa dirinya.
Etika berdemokrasi dalam pandangan Islam selanjutnya adalah mengembalikan segala langkah dan usaha yang telah dilakukan kepada Allah dan rasul-Nya, sebagaimana firman Allah dalam Alquran surat an-Nisa ayat 59: Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Alquran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu adalah lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (QS. An-Nisa: 59).
Semoga bangsa dan negara kita tetap kokoh bersatu dan memiliki pemimpin yang beretika, bermoral dan dicintai rahyatnya, dan mampu membawa bangsa dan negara kita menjadi bangsa yang adil dan makmur sejahtera lahir dan batin. Dijauhkan dari bala dan bencana, perselisihan dan pertikaian, perpecahan dan disintegrasi bangsa, aamiin. (*)