Kompleksitas Nilai Suci Agama Perspektif Multidisiplin
Dr H Komarudin Sassi -Cendekiawan Muslim dan Dosen IAIQI Indralaya, Ogan Ilir -
Oleh : Dr H Komarudin Sassi
Cendekiawan Muslim dan Dosen IAIQI Indralaya, Ogan Ilir
Setiap agama-agama sebagai institusi member bentuk pada wacana tentang spiritualitas. Sejumlah peneliti telah menunjukkan kategori “spiritual” dan kategori “religius” sama sekali tidak ada terpisah, tidak peduli seberapa luas retorika “spiritual-bukan-religius” tersebut.
SUMATERAEKSPRES.ID- HAL ini dikemukakan Kenneth Pargament, bahwasalah satu dari beberapa masalah dengan “polarisasi agama (‘orang jahat institusional’) dan spiritualitas (‘orang baik individu’)” adalah bahwa hal tersebut tidak sesuai dengan bukti empiris.
Dalam kenyataannya di manapun manusia di dunia ini berada, di situ terdapat manusia mencintai Tuhan dan sesama. Realitas ini bagi Durkheim menggambarkan bahwa setiap orang memiliki nilai-nilai suci. Dan orang-orang yang menerapkan penalaran berbeda untuk meraih nilai-nilai suci berlawanan dengan nilai sekuler, sebab agama tidak dapat bertahan hidup tanpa sama sekali menyesuaikan dengan perkembangan dunia intelektual, yakni lingkungan disekitarnya. Itulah sebabnya kehadiran realitas komunal merupakan hal penting bagi agama-agama dalam spectrum agama secarag lobal.
BACA JUGA:Angkat Ekonomi Warga, Usulkan Jembatan Komposit
BACA JUGA:PLN UID S2JB Siapkan Kompensasi, bagi Pelanggan Terdampak Blackout di Sumsel
Nilai-nilai suci merupakan salah satu yang dilakukan oleh seluruh orang beragama untuk melanggar nilai yang tidak terpikirkan dan tidak dapat diandalkan. Dari sini, menunjukkan bahwa pandangan tentang nilai suci sebagai sesuatu yang spiritualitas tidak hanya bersifat personal, melainkan juga dipengaruhi oleh lingkungan, dan interaksisosial.
Dengan kata lain, bahwa nilai-nilai suci sebagai sesuatu yang spiritualitas itu, bukanlah konsep yang dapat disederhanakan menjadi satu definisi universal, melainkan sebuah spectrum luas dari pengalaman dan interpretasi yang melibatkan aspek personal, sosial, dan bahkan transenden. Sehubungan pemikiran di atas Baumard and Boyer mengomentari bahwa agama mendorong doktrin mereka sendiri dan komunitas, karenanya banyak dari teks-teks agama yang dimiliki untuk peraihan nilai-nilai suci tersebut, guna memberitahu kepercayaan dan perilaku sosial bagi para penganut agama tersebut.
Bagaimana kompleksitas nilai suci agama-agama perspektif multi disiplin? Dan bagaimana implikasinya terhadap harmonisasi kehidupan serta harkat dan martabat kemanusiaan global? Kedua permasalahan di atas akan dieksplorasikan jawabannya dalam tulisan ini.
Diyakini, secara mendasar tumbuhnya sikap bermoral terhadap kepemilikan ajaran-ajaran agama yang dianut dengan berbagai nilai-nilai suci yang ada di dalamnya, memungkinkan munculnya rasionalisasi untuk melakukan yang terbaik dan berkomitmen terhadap amal perbuatan yang suci. Nilai-nilai moral itu dapat menjadi nilai-nilai sacral, ketika nilai-nilai tersebut tidak dapat diganggu gugat dan bersifat mutlak. Pemikiran tersebut menjelaskan bahwa meskipun orang kadang-kadang melakukan pertukaran nilai-nilai moral yang berbeda, nilai-nilai sacral dilindungi dari pertukaran tersebut (trade-offs).
BACA JUGA: Waspada, Ini yang Terjadi jika Tanaman Jagung Diserang Hama Ulat Grayak Frugiperda
BACA JUGA:Kembali Ditemukan Buaya Muara, Pj Sekda OKI Ingatkan Warganya