Fleksibel, Masa Transisi 2 Tahun, Kurikulum Merdeka Resmi Jadi Kurikulum Nasional

BELAJAR: Suasana kegiatan belajar mengajar (KBM) di SD Negeri 189 Palembang.-Foto : KRIS SAMIAJI/SUMEKS -

JAKARTA, SUMATERAEKSPRES.ID – Setelah tiga tahun uji coba, Kemendikbudristek akhirnya menetapkan Kurikulum Merdeka sebagai kurikulum nasional. Terhitung 27 Maret 2024. Dengan begitu, berlaku di seluruh sekolah. Pada semua jenjang. Mulai Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), sekolah dasar (SD), SMP hingga SMA sederajat.

Ketentuan ini tertuang dalam Permendikbudristek Nomor 12 Tahun 2024. “Secara sederhana, makna Kurikulum Merdeka adalah kurikulum yang membuat guru dan murid senang belajar,” kata Mendikbudristek, Nadiem Makarim.

Untuk itu, ada tiga tema esensial dalam kurikulum nasional yang baru ini. Pertama, materi jauh lebih ringkas dan sederhana dari sebelumnya. Materi hanya fokus kepada konten yang esensial. Tidak dipadatkan dengan titipan dari berbagai macam pihak yang pada akhirnya murid jadi korban. Guru-guru pun tidak hanya fokus mengejar capaian kurikulum seperti sebelumnya.

Kedua, fleksibilitas. Ini memberikan kebebasan pada guru untuk maju dan mundur sesuai dengan kebutuhan muridnya. ”Yang tadinya tidak boleh mundur, semuanya harus di level tertentu, mengajar materi tertentu, sekarang boleh maju dan mundur,” beber dia.

BACA JUGA:SAH! Kurikulum Merdeka Resmi jadi Kurikulum Nasional, Ini Ketentuan Lengkap yang Wajib Diikuti Guru dan Siswa

BACA JUGA:Guru Wajib Tahu! Kemendikbud Beri Pernyataan Terkait Kurikulum Nasional Gantikan Kurikulum Merdeka, Simak!

Poin bisa mundur ini dinilainya penting. Sebab, dengan kebebasan ini maka ada kesempatan yang dapat diberikan oleh guru pada siswa yang mengalami ketertinggalan dalam pembelajaran dengan mundur kembali. Guru bisa mengulang lagi materi yang belum dikuasai siswanya.

”Banyak orang salah paham, bilangnya ini kurikulum hanya untuk guru-guru yang sudah jago kompetensinya dan anak-anak pintar saja. Salah total. Ini lebih kepada untuk guru-guru yang tingkat kompetensinya masih perlu perbaikan dan terutama untuk anak-anak yang ketinggalan,” jelas Nadiem.

Ketiga,  mengenai pendidikan yang holistik di mana karakter dan nilai-nilai Pancasila dijadikan fondasi dalam kurikulum. Dia mengungkapkan, kurikulum ini sejatinya bukan barang baru. Mulai diujicobakan pada saat pandemi Covid-19. Sudah tiga tahun terakhir diimplementasikan secara bertahap. 

”Setelah Covid-19 kita mulai menerapkan di sekolah-sekolah penggerak,” tuturnya. Kemudian, 2022-2023 setelah diluncurkan secara formal, tercatat 140 ribu sekolah secara sukarela mengadopsi dan mulai proses transisi ke kurikulum baru ini. 

”Jadi ini bukan hal yang baru lagi. Saat ini sudah lebih dari 300.000 satuan pendidikan yang mengimplementasikannya,” tutur Nadiem.  Jumlah itu berarti sekitar 80 persen dari seluruh sekolah formal yang ada di Tanah Air. Memang tidak bisa serta merta, tapi sesuai dengan kemampuan masing-masing sekolah.

BACA JUGA:Guru dan Orang Tua Wajib Tahu! Ada Info Penting Dari Disdik Sumsel Terkait Kurikulum Merdeka, Cek Apa Itu

BACA JUGA:Pertegas Standar Global Kurikulum Merdeka

Diakui Nadiem, dalam proses implementasinya, tidak semua berjalan lancar. Ada berbagai macam kebingungan, kebimbangan, dan kekhawatiran.  Namun seiring waktu, kurikulum ini semakin mantap. Untuk 20 persen satuan pendidikan yang belum menerapkan, Nadiem menegaskan tidak harus khawatir. Ada masa transisi yang bakal diberikan. 

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan