Peran Batubara Signifikan Hingga 2060, Cadangannya 35 Miliar Ton
BAHAN BAKU : Komoditi batubara digunakan sebagai bahan baku pupuk dan sebagai sumber energi. Sehingga ketergantungan terhadap energi fosil ini masih sangat tinggi dan ini menjadi tantangan bagi Indonesia untuk mencapai NZE 2060. Foto : EVAN ZUMARLI/SUMEKS--
PALEMBANG, SUMATERAEKSPRES.ID - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memperkirakan peran batu bara masih sangat signifikan hingga 2060. Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Tata Kelola Minerba, Irwandy Arif mengatakan hingga 2060 produksi batu bara diperkirakan masih sampai 720 juta ton.
Ini adalah skenario pertama tanpa memasukkan upaya transisi energi dengan penggunaan energi baru terbarukan (EBT). "Nah, tergantung perkembangan EBT," ujar Irwandy Arif dalam Seminar Energy for Prosperity: The Economic Growth Impacts of Coal Mining.
BACA JUGA:5 Raja Tambang Batubara di Indonesia yang Kekayaannya Melebihi Anggaran Negara, Siapa Saja?
BACA JUGA:Museum Batubara Muara Enim, Wisata Edukasi dan Sensasi Tambang Bawah Tanah
Diakui, proses transisi energi ini tidaklah gampang dan butuh waktu. Maka tak heran Dewan Energi Nasional (DEN) pun telah merevisi target bauran energi terbarukan dari 23 persen menjadi 17 persen, lantaran saat ini realisasinya juga baru kisaran 13 persen.
"Kemudian ada skenario berikutnya, yakni skenario NZE 2060. Ternyata, produksi batu bara di 2060 masih 327 juta ton. Jadi, kalau ditanya seberapa lama batu bara ini, di dalam buku saya, itu ada kurang lebih 40 tahun masih hidup," imbuh Irwandy.
Menurutnya, arah kebijakan pemanfaatan baru bara nasional, yang utama ada dua. Pertama, jaminan pasokan batu bara dalam negeri harus ada supaya listrik tetap hidup. Kedua, soal peningkatan nilai tambah.
"Dan kita luar biasa paniknya pada waktu ada pengurangan suplai batu bara ke PLTU di Jawa, kira-kira satu tahun, dua tahun lalu. Itu kita mati-matian pertahankan. Karena kalau sudah ada shutdown dua, tiga PLTU, maka Jawa akan kekurangan listrik," terang Irwandy.
Sementara terkait peningkatan nilai tambah, Irwandy mengakui tantangannya sangat banyak. Terutama bagaimana mengoptimasi penggunaan batu bara dan mencegah lebih banyak emisi dari CO2. "Batu bara kalau masih mau panjang umurnya, harus menerapkan green mining," imbuh Irwandy.
Dalam diskusi sama, Direktur Eksekutif Reforminer Institute, Komaidi Notonegoro menjelaskan data 2022 menunjukkan sebagian besar produksi listrik Indonesia berasal dari pembangkitan dengan sumber energi batu bara (66,98 persen).
Berturut-turut setelahnya yakni gas (16,95 persen), air (6,65 persen), panas bumi (5,35 persen), BBM (3,43 persen), dan sumer energi lainnya (surya, biomassa) sebesar 0,64 persen.
BACA JUGA:Dua Mobil Angkutan Batubara Terguling Membuat Lalin Terhambat
BACA JUGA:Tak Indahkan Kesepakatan, Ratusan Angkutan Batubara Diberhentikan Paksa
Adapun biaya pembangkitan rata-rata (Rp/kWh) PLTU batu bara sebesar 737,52. Jauh lebih murah dibandingkan PLTS yang biaya pembangkitannya mencapai 1.034,52, tanpa backup system. Selisihnya Rp297/kWh atau 30 persen lebih tinggi PLTS dibandingkan PLTU batu bara.