IKP 2023 Menurun Jadi 71,57, Masih dalam Kategori Cukup Bebas
KEMERDEKAAN PERS : Ketua PWI Sumsel, Firdaus Komar, berbicara mengenai kemerdekaan pers pada acara Sosialisasi Hasil Survei IKP 2023 di Ballroom The Zuri Hotel, kemarin.-Foto: Budiman/sumeks-
PALEMBANG, SUMATERAEKSPRES.ID - Meski masih masuk kategori cukup bebas, namun secara nasional, Indeks Kemerdekaan Pers (IKP) tahun 2023 turun dibanding tahun IKP tahun 2022.
Asmono Wikan, Anggota Dewan Pers/Ketua Komisi Informasi dan Komunikasi Dewan Pers menjelaskan berdasarkan survei IKP 2023 oleh Dewan Pers di 34 provinsi menghasilkan nilai IKP nasional sebesar 71,57.
"Artinya nilai IKP secara nasional turun 6,30 poin dari nilai IKP 2022. Walapun mengalami penurunan nilai, IKP 2023 tetap dalam kategori cukup bebas," kata Asmono dalam kegiatan Sosialisasi Hasil Survei IKP 2023 di Ballroom Hotel The Zuri Palembang, Rabu (6/12).
Lanjutnya, penurunan nilai IKP 2023 nasional terjadi di tiga kondisi lingkungan, yaitu lingkungan fisik politik turun 5,90 poin, lingkungan ekonomi turun 6,74 poin, dan lingkungan hukum turun 6,70. Penurunan terjadi di semua (20) indikator. "Pada lingkungan fisik politik penurunan cukup besar, sekitar 7 poin terjadi pada 3 indikator yaitu kebebasan berserikat bagi wartawan, kebebasan dari intervensi, dan kebebasan dari kekerasan," jelasnya.
Kemudian pada lingkungan ekonomi, penurunan terbesar sekitar 8 poin terjadi pada indikator independensi dari kelompok kepentingan yang kuat. "Pada lingkungan hukum penurunan yang besar sekitar -8 poin terjadi pada 2 indikator, yaitu kriminalisasi dan intimidasi pers dan etika pers," jelasnya.
Terkait hasil survei IKP 2023, ia menyimpulkan masih ada persoalan kebebasan pers pada kondisi lingkungan fisik politik, ekonomi, dan hukum di setiap daerah. "Sementara untuk nilai IKP di Provinsi Sumsel sendiri juga menurun di 2023 sebesar 70,83," imbuhnya.
Menurutnya ada beberapa isu temuan hasil kajian beberapa lembaga, baik nasional maupun global selama 2022 yang punya relevansi dengan hasil IKP 2023. "Seperti isu kekerasan terhadap jurnalistik, sebanyak 61 kasus kekerasan meningkat dari 2021 yang mencapai 43 kasus," katanya.
Kemudian ada temuan intervensi atau sensor ruang redaksi, seperti melakukan telpon ke ruang redaksi untuk tidak menurunkan berita yang tidak sesuai dengan kehendak pemerintahan. "Ini kerap terjadi karena memang perusahaan pers di Sumsel masih punya ketergantungan iklan kepada Pemda setempat," ujarnya.
Menanggapi rekomendasi hasil survei IKP 2023, Rika Efianti SE MM, Kepala Dinas Kominfo Provinsi Sumatera Selatan menegaskan Pemprov Sumsel tidak pernah melakukan intervensi dengan media terkait apapun, baik terkait peliputan atau pemberitaan. "Karena hak tersebut bersifat terbuka, tidak ada batasan peliputan, bahkan kami memberikan ruang lebih kepada para wartawan," ujarnya.
Ia mengatakan Pemprov Sumsel juga tak pernah memilih antara media cetak, online, dan elektronik, semua punya ruang yang sama. "Tapi tidak kita pungkiri kemajuan saat ini, medsos memang telah menggerus media konvensional, jadi penyebaran informasi melalui medsos bisa dilakukan secara cepat," katanya.
Pemprov Sumsel juga mendukung organisasi wartawan di Sumsel dengan ikut bersama-sama menggelar UKW dan UKJ untuk meningkatkan kompetensi wartawan. Lalu tidak ada sanggahan atau keberatan dari pemprov terkait pemberitaan dan sensor di ruang redaksi. “Kami hanya memberikan hak jawab kami, bukan melakukan intervensi. Nah terkait adanya kekerasan terhadap wartawan itu mungkin banyak faktor yang menyebabkannya, jadi tak hanya dari Pemprov Sumsel," pungkasnya. (nsw/fad)