https://sumateraekspres.bacakoran.co/

Sejak Tuntutan Sudah Rendah

*Keyakinan Hakim Naikkan Vonis

Terkait vonis 10 bulan terhadap dua anak bermasalah hukum (ABH) kasus pemerkosaan, Humas Pengadilan Negeri Lahat, Diaz Nurima Sawitri SH MH angkat bicara. Dia menegaskan, putusan yang dijatuhkan menjadi kewenangan mutlak hakim yang mengadili perkara tersebut.

“Pada prinsipnya, hakim mengadili perkara secara independen, tidak boleh ada intervensi dari mana pun dan oleh siapa pun,” kata dia, kemarin. Putusan sudah dibuat secara objektif dengan mempertimbangkan fakta-fakta persidangan yang diperoleh dari alat bukti dan barang bukti yang dihadirkan.

“Juga berdasarkan keyakinan hakim yang bersangkutan,” imbuh Diaz. Dia menambahkan, sebagaimana filosofi UU No 11/2012 tentang sistem peradilan pidana anak, penjatuhan pidana terhadap anak juga harus memperhatikan kepentingan terbaik bagi ABH tersebut. Tidak hanya kepentingan korban.

"Jadi, semuanya sudah dipertimbangkan secara objektif oleh hakim yang mengadili perkara tersebut," ungkapnya. Sementara, Kepala Kejari Lahat, Nilawati SH melalui Kasi Pidum Frans Mona SH mengungkapkan, terkait tuntutan yang dianggap rendah, pertimbangan mereka karena kedua terdakwa merupakan anak-anak.

Mereka masih sekolah dan berdasarkan fakta persidangan. Belum ada kepastian akan banding atau tidak pascavonis tersebut. "Kami masih belum mengambil sikap, masih pikir- pikir. Ada waktu hingga Selasa depan," tukasnya.

Terpisah, kriminolog sekaligus advokat Ismail Petanasse SH MH meradang mendengar vonis putusan hakim terhadap pelaku pemerkosaan hanya 10 bulan penjara. Termasuk tuntutan dari jaksa yang Cuma 7 bulan.

Berdasarkan pasal 1 angka 2 UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA), anak 12 tahun tapi belum 18 tahun jika melakukan tindak pidana dengan ancaman pidana di bawah 7 tahun, maka wajib dilakukan diversi.

Yakni pengalihan penyelesaian perkara dari proses peradilan pidana ke luar peradilan pidana. Nah, pasal 285 KUHP mengatur, ancaman pidananya maksimal 12 tahun. Pidana penjara yang dapat dijatuhkan kepada anak paling lama setengah dari maksimum ancaman pidana penjara bagi orang dewasa. Itu artinya maksimal 6 tahun.

"Ini patut kita pertanyakan. Ancaman hukuman kasus perkosaan itu tinggi. Kenapa dituntut cuma tujuh bulan. Terus vonisnya juga begitu. Sepatutnya 7-8 tahun, bukan 10 bulan," tegasnya, tadi malam.

Jangan sampai, ucap Ismail, putusan kasus perkosaan disamakan dengan pencurian ayam. "Ini jadi preseden buruk bagi dunia hukum di Sumsel," cetusnya. Sebab, tidak sebanding dengan hancurnya kehidupan korban. Beban psikologis yang dihadapi. "Saya menilai ada oknum kehakiman dan oknum kejaksaan yang bermain dalam kasus ini. Kita harap banding dan nantinya bisa diputus tinggi," tukas Ismail. ()

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan