13 Poin Kesimpulan MKMK Copot Ketua MK, Anwar Usman Balas dengan 17 Poin Pembelaan
KONFERENSI PERS: Anwar Usman menggelar konferensi pers, Rabu siang (8/11), terkait pencopotannya sebagai Ketua MK. FOTO: NET--
BACA JUGA:Politik Meja Makan Jokowi, Undang Makan Siang 3 Bakal Capres
14. Telah berulangkali saya sampaikan di hadapan publik, nukilan ayat Quran dan kisah-kisah di zaman Rasulullah, dan para sahabat, tentang pentingnya berlaku adil, apalagi bagi seorang hakim. Namun, fitnah yang keji justru datang kepada saya, bahwa saya dianggap menggunakan dahil agama, untuk kepentingan tertentu. Padahal, hal tersebut saya lakukan, karena merupakan keyakinan saya sebagai seorang muslim, dan berlatar belakang saya, yang merupakan alumni Pendidikan Guru Agama Islam.
15. Saya tidak pernah berkecil hati sedikitpun, terhadap fitnah yang menerpa saya, namun fitnah keji yang menerpa saya, bahwa saya memutus perkara tertentu berdasarkan kepentingan pribadi dan keluarga, hal itulah yang harus diluruskan. Seorang negarawan, harus berani mengambil keputusan demi generasi yang akan datang, berbeda halnya dengan politisi yang mengambil keputusan berdasarkan kepentingan pemilu, yang sudah menjelang. Putusan MK, tidak berlaku untuk saat ini saja, melainkan berlaku untuk seterusnya.
16. Saat ini, harkat, derajat, martabat saya sebagai hakim karier selama hampir 40 tahun dilumatkan oleh fitnah yang keji. Tetapi saya tidak pernah berkecil hati dan pantang mundur, dalam menegakkan hukum dan keadilan di negara tercinta. Saya tetap yakin, bahwa sebaik-baik skenario manusia, untuk membunuh karakter saya, karier saya, harkat dan derajat serta martabat saya dan keluarga saya, tentu tidak akan lebih baik dan indah, dibandingkan skenario Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa.
17. Saya hanya berpasrah diri kepada Allah SWT, atas fitnah keji dan kejam yang menimpa diri dan keluarga saya, serta diiringi selalu dengan doa, dan ikhtiar terbaik bagi kepentingan nusa, bangsa dan negara. Semoga yang fitnah dan menzalimi saya diampuni Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa.
MKMK Copot Anwar Usman dari ketua MK, Nilai Langgar Etik Berat
Sebelumnya, MKMK menyidangkan terkait konflik kepentingan dalam putusan MK yang mengabulkan soal syarat usia cawapres, Selasa (7/11).
Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie dalam amar putusannya menyatakan Anwar Usman terbukti melanggar etik berat.
Anwar Usman pun dijatuhi sanksi pencopotan dari jabatannya sebagai Ketua MK.
Dalam putusan itu, Jimly mengungkapkan 13 poin kesimpulan. 5 i antaranya membeberkan pelanggaran etik yang dilakukan oleh Anwar Usman.
BACA JUGA: Kartika MK
Berikut 13 poin kesimpulan MKMK:
1. Majelis Kehormatan tidak berwenang menilai putusan Mahkamah Konstitusi, in casu Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023.
2. Pasal 17 ayat (6) dan ayat (7) UU 48/2009 tidak dapat diberlakukan dalam putusan perkara pengujian undang-undang terhadap UUD 1945 oleh Mahkamah Konstitusi.
3. Dalil yang memadankan Putusan DKPP terkait dengan Keputusan KPU dengan Putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi terkait Putusan perkara pengujian undang-undang, tidak tepat.
4. Majelis Kehormatan tidak menemukan cukup bukti untuk dapat menyatakan Hakim Terlapor (Anwar Usman) memerintahkan adanya pelanggaran prosedur dalam proses pembatalan pencabutan permohonan perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023.
5. Majelis Kehormatan tidak menemukan bukti Hakim Terlapor telah berbohong terkait alasan ketidakhadiran dalam RPH pengambilan putusan perkara Nomor 29/PUU-XXI/2023, 51/PUU-XXI/2023, dan 55/PUU-XXI/2023, melainkan Hakim Terlapor justru tidak merasa adanya benturan kepentingan yang nyata.
6. Hakim Terlapor yang tidak mengundurkan diri dari proses pemeriksaan dan pengambilan Putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023, terbukti melanggar Sapta Karsa Hutama, Prinsip Ketakberpihakan, Penerapan angka 5 huruf b, dan Prinsip Integritas, Penerapan angka 2.
7. Majelis Kehormatan tidak menemukan cukup bukti berkenaan dengan motif penundaan pembentukan MKMK permanen, sehingga patut dikesampingkan.
8. Hakim Terlapor sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi terbukti tidak menjalankan fungsi kepemimpinan (judicial leadership) secara optimal, sehingga melanggar Sapta Karsa Hutama, Prinsip Kecakapan dan Kesetaraan, Penerapan angka 5.