Tak Batalkan Putusan MK, Prabowo-Gibran Aman, MKMK Berhentikan Ketua MK Anwar Usman

--

Dengan begitu, nasib pasangan bakal capres-cawapres Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka aman. Jimly menyampaikan, MKMK tak bisa anulir putusan MK. "Di antara laporan itu ada permintaan untuk mengubah pencapresan sampai begitu. Padahal kita ini hanya kode etik, hanya menegakkan kode etik hakim, bukan mengubah keputusan MK," tegasnya.

Secara keseluruhan, MKMK memeriksa 11 isu pelanggaran etik hakim MK terkait putusan batas usia capres-cawapres yang akhirnya membuka jalan bagi putra Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka, menjadi calon wakil presiden di Pilpres 2024 di umur 36 tahun.

Ke-11 isu itu mencakup soal Ketua MK, Anwar Usman, yang tak mengundurkan diri saat memutus perkara 90/PUU-XXI/2023 tersebut. Isu ini menjadi persoalan karena Anwar merupakan ipar Jokowi, yang berarti juga paman dari Gibran. Dengan demikian, Anwar sebenarnya memiliki konflik kepentingan.

Masalah lainnya mencakup kebohongan Anwar dan dugaan pembiaran delapan hakim konstitusi lain ketika sang ketua MK turut memutus perkara walau terdapat potensi konflik kepentingan.

Dari 21 laporan, MKMK menjadikan empat putusan yang dibaca, Selasa (07/11). Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie mengatakan, pihaknya menjadikan 4 putusan untuk efisiensi. Menjelang pembacaan putusan MKMK, ratusan orang menggelar aksi di kawasan Patung Kuda Arjuna Wiwaha, yang berlokasi di dekat Gedung MK. 

Namun, keputusan MKMK ini tidak menyentuh “perkara 90” yang menuai polemik. Perkara yang diputuskan oleh Anwar Usman ini mengenai syarat capres-cawapres di bawah usia 40 tahun selama bakal calon berpengalaman sebagai kepala daerah.

 “Majelis kehormatan tidak berwenang menilai putusan Mahkamah Konstitusi, keputusan Mahkamah Konstitusi No.90/PUU/XXI/2023,” tambah Jimly. Selain itu, penggunaan Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman tidak relevan digunakan dalam putusan ini. 

Diketahui, putusan ini terkait laporan dari Denny Indrayana, PEREKAT Nusantara, TPDI, TAPP, Perhimpunan Pemuda Madani, PBHI, Tim Advokasi Peduli Hukum Indonesia, LBH Barisan Relawan Jalan Perubahan, para guru besar dan pengajar hukum yang tergabung dalam Constitutional Administrative Law Society (CALS), Advokat Pengawal Konstitusi, LBH Yusuf, Zico Leonardo Djagardo Simanjuntak, KIPP, Tumpak Nainggolan, BEM Unusia, Alamsyah Hanafiah, serta PADI.

MKMK mengawali pembacaan dengan menjelaskan soal putusan MK yang bersifat final dan mengikat. MKMK berpendirian menolak atau sekurang-kurangnya tidak mempertimbangkan permintaan pelapor untuk melakukan penilaian, membatalkan, koreksi, ataupun meninjau kembali putusan MK nomor 90/PUU-XXI/2023 yang mengubah syarat usia capres-cawapres.

Sebelumnya, putusan MK No 90 itu membuat warga negara Indonesia yang di bawah 40 tahun bisa menjadi capres atau cawapres asal pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih dalam pemilu atau pilkada. Melenggangkan Gibran maju mendampingi Prabowo.

Pakar Hukum Tata Negara Universitas Padjajaran (Unpad) Prof Susi Dwi Harijanti menuturkan, putusan MKMK memberhentikan Anwar Usman sebagai Ketua MK, namun masih menjadi hakim MK itu memang pilihan terbaik. 

Sebab, dalam Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK) yang ada semacam kekosongan hukum. "Kalau pemberhentian tidak dengan hormat sebagai hakim konstitusi seharusnya ada MKMK banding. Tapi, ini tidak ada, sehingga tidak bisa melakukan pembelaan diri," paparnya. 

Namun begitu, putusan tersebut terlihat sangat berkompromi. Sebab, sesuai PMK sanksi itu hanya ada terguran lisan, tertulis dan PTDH. "Tidak ada itu pemberhentian sebagai Ketua MK, hanya ada PTDH sebagai hakim konstitusi," jelasnya. (*/net/)

 

 

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan