Nah Kan, Namanya Disebut Terima Rp40 M dalam Sidang, Anggota III BPK Achsanul Qosasi Akhirnya Ditahan Kejagung
TAHAN: Penyidik Jampidsus Kejagung RI menahan anggota III BPK Achsanul Qosasi, dalam kasus dugaan korupsi proyek BTS 4G Bakti Kominfo. FOTO: NET--
Achsanul Qosasi langsung ditahan selama 20 hari ke depan di Rutan Salemba, Jakarta Selatan. Dia tidak memberikan pernyataan apapun kepada awak media yang menunggunya.
Kejagung sendiri, masih terus mengembangkan kasus ini dan akan memeriksa saksi-saksi lainnya. Termasuk pejabat BAKTI Kominfo dan BPK RI.
Penyidik Jampidsus Kejagung juga akan melakukan penyitaan aset-aset milik Achsanul Qosasi yang diduga berasal dari hasil korupsi.
Kasus ini menimbulkan kehebohan di kalangan publik, karena Achsanul Qosasi merupakan anggota BPK yang seharusnya menjadi lembaga pemeriksa keuangan negara yang independen dan profesional.
Banyak pihak yang meminta agar BPK segera melakukan evaluasi internal dan memberikan sanksi tegas kepada Achsanul Qosasi.
Banyak pihak juga meminta agar BPK bersikap transparan dan kooperatif dalam membantu proses penyidikan kasus ini.
Terdakwa Irwan Beberkan Aliran Dana Korupsi
Salah satu terdakwa kasus dugaan korupsi proyek BTS, Irwan Hermawan, mengaku sempat takut buka-bukaan. Komisaris PT Solitech Media Sinergy, itu menyebut karena melibatkan banyak orang kuat dan berpengaruh.
“Izin Yang Mulia, saya akhirnya berani menyampaikan. Sebelumnya saya sangat takut untuk menyampaikan dananya ke mana karena melibatkan orang-orang yang kuat dan berpengaruh,” tutur Irwan, dalam sidang Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin (23/10) lalu.
Pada sidang kemarin, Irwan diperiksa sebagai saksi mahkota atau terdakwa yang bersaksi untuk terdakwa lainnya, Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia Galumbang Menak Simanjuntak.
“Pada saat saya mulai dipanggil-panggil penyidikan sampai saya ditahan, rumah saya sering didatangi orang tidak dikenal," ungkapnya.
Itu membuatnya takut, untuk buka-bukaan di kasus korupsi proyek BTS pada Kementerian Kominfo.
Pada sidang kemarin, awalnya Irwan menyebut soal setoran uang Rp500 juta sebanyak 20 kali, untuk mantan Menkominfo Johnny G Plate.
"Yang pertama, Rp500 juta per bulan itu," kata Irwan, di hadapan majelis hakim yang diketuai Dennie Arsan Fatrika SH.
Dari April 2021 hingga Oktober 2022, sudah sekitar 20 kali. “Lewat Windi Purnama kepada stafnya Menkominfo, yang namanya,” tuturnya.
Lalu, belakangan baru diketahuinya juga ada Rp 1,5 miliar ke Yunita itu, untuk sumbangan gereja atau keuskupan.
Lainnya, duit proyek BTS juga mengalir ke Kepala Divisi Lastmile/Backhaul BAKTI Feriandi Mirza sebesar Rp 800 juta dan untuk Pokja Rp500 juta.
Selanjutnya, anggaran perjalanan dinas ke luar negeri sebesar Rp1,8 miliar melalui Kadiv Layanan Teknologi Informasi Kominfo Latifah Hanum.
"Lalu, untuk orang BAKTI Feriandi Mirza dan Pokja juga perintahnya langsung ke Windi itu totalnya Rp800 juta," sambung Irwan.
"Perintah dari siapa?" tanya hakim ketua Dennie Arsan Fatrika SH.
"Dari Pak Anang, Rp 800 juta, Rp 500 juta untuk Pokja, Rp 300 juta untuk Feriandi Mirza. Lalu Pak Anang sendiri di akhir 2021 itu datang kepada saya, istilahnya meminjam. Kalau ada saya pinjam dulu katanya," jawab Irwan.
"Kan istilahnya, jadinya dia minta atau seperti apa?" cecar hakim.
"Beliau bilangnya, udah ada terkumpul belum. Saya pinajm dulu deh Rp3 miliar untuk Anang Latif," jawab Irwan.
"Langsung lewat Saudara?" tanya hakim.
"Langsung Yang Mulia, saya minta ke Windi siapkan," jawab Irwan.
"Lalu, tadi sudah disebut untuk perjalanan dinas Latifah Hanum itu Rp1,8 miliar ditambah sumbangan Rp200 juta. Lalu di awal 2022, sekitar bulan Februari atau Maret itu ada penyerahan. Ada perintah dari Pak Anang langsung ke Windi untuk menyerahkan ke seseorang namanya Nistra Rp30 miliar," ungkap Irwan.
Selanjutnya, Irwan mengatakan ada lagi aliran duit terkait proyek BTS senilai Rp70 miliar ke Komisi I DPR RI.
Dia menyebut uang itu diberikan kepada seseorang bernama Nistra. "Diserahkan sudah?" tanya hakim.
"Sudah diserahkan oleh Windi. Lalu Nistra itu juga menerima lagi perintah lagi dari Pak Anang ke Pak Windi sekitar pertengahan 2022 itu Rp 40 miliar. Jadi dua kali Nistra, Rp30 miliar plus Rp40 miliar, jadi Rp 70 miliar," jawab Irwan.
"Saudara tahu Nistra itu siapa?" tanya hakim penasaran.
"Belakangan tahu beliau adalah salah satu staf di parlemen Yang Mulia, salah satu staf di DPR, Yang Mulia," jawabnya.
"Lebih detailnya tahu tidak staf di komisi berapa?" cetus hakim.
"Setahu saya staf di Komisi I Yang Mulia," jawab Irwan.
Irwan juga mengatakan aliran duit proyek BTS mengalir ke Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI senilai Rp40 miliar.
"Selanjutnya perintah dari Pak Anang ke Pak Windi untuk memberi ke seseorang namanya Sadikin. Jadi saya tidak mendapat perintah itu tapi saya, begitu Pak Windi dapat perintah itu saya ikut menyiapkan, Yang Mulia," jawab Irwan.
"Berapa?" tanya hakim.
"Rp40 miliar," jawab Irwan.
"Sadikin siapa?" tanya hakim.
"Yang saya ketahui adalah kaitannya dengan BPK, Yang Mulia," jawab Irwan.
Kemudian Irwan menambahkan, ada Rp1 miliar untuk Tenaga Ahli Kominfo, Walbertus Natalius Wisang yang kini sudah menjadi tersangka kasus BTS.
"Ada perintah ke saya untuk menyerahkan ke Walbelrtus, tenaga ahli di menteri Kominfo, Pak Anang menyampaikan bahwa ini mulai bulan ini pada saat itu bulan Juni kalau nggak salah Juni 2022 mulai Juni 2022 ini tolong Rp1 miliar per bulan," jawab Irwan.
Irwan mengatakan duit terkait proyek BTS juga mengalir ke makelar kasus bernama Edward Hutahaean.
Dia mengaku pernah diminta menyerahkan uang senilai Rp15 miliar ke Edward.
"Ada masalah di proyek pengerjaan BAKTI, masih terkait BTS?" tanya hakim.
"Masih terkait dengan BTS, pada saat itu Rp15 miliar, Yang Mulia," jawab Irwan.
"Ada keterangan untuk diserahkan kepada siapa?" tanya hakim.
"Kepada Edward Hutahaean," tegas Irwan.
Irwan mengatakan aliran duit dana proyek BTS juga mengalir ke pemilik PT Lawu Agung Mining (LAM), Windu Aji Sutanto.
"Total dana yang sudah keluar ke Windu itu sekitar Rp66 miliar. Kalau dalam dolarnya itu sekitar 4,4 juta, dua kali penyerahan," kata Irwan.