Semua Pegawai Honorer Kompak Layangkan Petisi

PERTEMUAN : Para pegawai bertemu jajaran direksi RS dr Sobirin, menuntut penundaan pemindahan ke RSUD Pangeran M Amin dan PHK massal setelah 30 November 2023.-Foto : ist-

Polemik Bakal Tutupnya RS dr Sobirin Setelah 85 Tahun Beroperasi

SUMATERAEKSPRES.ID - Setelah 30 November 2023 nanti, Rumah Sakit (RS) dr Sobirin akan stop beroperasi. Setelah kurang lebih 85 tahun eksis melayani masyarakat. Pelayanan pindah ke RSUD Pangeran M Amin di Muara Beliti. Kebijakan itu sudah dituangkan dalam SK Bupati Musi Rawas 5 Oktober lalu. 

Keputusan tersebut memunculkan keresahan. Terutama dari sekitar 150 pegawai honorer di rumah sakit itu. Mereka khawatir terkena pemutusan hubungan kerja (PHK). Seorang pegawai honorer di rumah sakit itu, SL, mengaku sudah bekerja puluhan tahun.

Meski honornya kecil, hanya sekitar Rp1 juta/bulan, tapi dia betah di sana. "Tapi sekarang kami jadi cemas setelah ada SK Bupati. Mulai 30 November 2023 tidak boleh lagi menerima pasien," ungkapnya.  

Dalam pikiran SL, dia dan pegawai honorer lain kemungkinan akan dirumahkan. “Sampai sekarang belum tahu ke depan seperti apa. Apakah akan ikut dipindahkan ke rumah sakit baru atau tidak. Tapi yang jelas sepertinya dirumahkan dulu,” bebernya. 

Sebagai honorer, dia tidak tahu harus berbuat apalagi. Keputusan menyetop semua pelayanan medis di rumah sakit itu merupakan kebijakan pemda sebagai pemilik RS dr Sobirin. “Mungkin saja nanti ada perekrutan tenaga honorer baru. Bisa saja dicari yang lebih fresh dan lebih muda. Kami yang sudah tua kemungkinan akan disingkirkan,” imbuh SL.

Menurutnya, harusnya pelayanan di RS dr Sobirin di Jl Yos Sudarso Lubuklinggau tidak harus dihentikan seketika “Baiknya di sini tetap jalan, sembari RS baru di Muara Beliti melengkapi fasilitas dan pelayanannya,” tambah dia.

Ia berharap, pemda bisa memperhatikan nilai sosial, kepentingan publik, serta aspek lainnya terkait penutupan RS dr Sobirin. "Ini pusat pelayanan publik, yang pakai masyarakat luas. Sudah sejak lama dikenal dan melekat di masyarakat Mura, Lubuklinggau dan Muratara," bebernya.

Buntut dari keresahan itu, para pegawai honorer memasang spanduk petisi penolakan keputusan menyetop pelayanan di RS dr Sobirin. Ada dua poin tuntutan para pegawai. Pertama, minta penundaan pemindahan RS dr Sobirin ke Muara Beliti. Kedua, tidak ada PHK untuk karyawan BLUD.

Kemarin pagi sudah ada pertemuan  para pegawai dengan Direktur RS dr Sobirin, dr H Sopyan Hadi SpB FCSI FINACS.  “Direktur kita sedang mengusahakan agar semua pegawai bisa pindah semua ke rumah sakit baru. Jumlahnya sekitar 150 orang,” kata Humas RS dr Sobirin, Farida.

Rencananya, Jumat (3/11) sekitar pukul 08.00 WIB, Pemda Mura akan membahas secara gamblang polemik keputusan tersebut.  Asisten I Pemerintahan dan Kesra Pemkab Musi Rawas, Ali Sadikin mengatakan, semua keresahan dan kendala teknis akan dibahas dalam rapat internal hari ini. Rapat  akan dipimpin langsung Bupati dan Sekda Mura.

"Semua kendala maupun respons dari berbagai pihak itu akan kami bahas dalam rapat," katanya.  Namun, ia mengatakan masih ada potensi dilakukan revisi terhadap SK Bupati tersebut. Tidak menutup kemungkinan beragam aspirasi yang bergulir di masyaraat bisa diakomodir. 

Diketahui, rumah sakit ini punya sejarah panjang. Berdiri pada 1938, dengan nama Centrale Buogerlijke Ziekeninrichting, dalam bahasa Belanda artinya Rumah Sakit Umum Pusat.  Saat Lubuklinggau masih menjadi bagian dari Kabupaten Musi Rawas, namanya menjadi RSUD Lubuklinggau. 

Selanjutnya, sesuai dengan Perda No 3 tahun 2008, namanya diubah menjadi RS dr Sobirin Kabupaten Musi Rawas. Nama itu diambil dari nama direktur pertama RS tersebut. Sebenarnya pemindahan RS dr Sobirin ke RSUD Pangeran M Amin sebagai bentuk perhatian Pemkab Musi Rawas kepada masyarakat.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan