Tidak Menentu
SUMATERAEKSPRES.ID - BINGUNG. Begitu banyak teman saya yang kini bingung. Mereka pengusaha Tionghoa. Besar-besar.
Dulu mereka rebutan paling dulu mendukung Ganjar Pranowo. Itu, antara lain, karena mereka melihat siapa di belakang gubernur Jateng itu: Presiden Jokowi.
Mereka ikut tegang ketika Megawati tidak segera merespons isyarat dari Jokowi itu. Apalagi, ketika PDIPerjuangan sempat menilai Ganjar sudah berubah dari banteng menjadi celeng.Tapi,
berkat dukungan Jokowi, nama Ganjar terus melejit. Tidak terbendung. Pun sampai ada gerakan ”celeng degleng”.
Ganjar tidak bisa dihadang. Puan Maharani yang dijagokan PDIPerjuangan tidak kunjung beranjak dari rating 2 persen.
”Sudahlah, lupakan Puan Maharani. Segeralah calonkan Ganjar.”Begitu kurang lebih keinginan mereka.
Setelah Ganjar akhirnya benar-benar ditunjuk resmi sebagai capres PDIPerjuangan, justru muncul isyarat lain. Dari Presiden Jokowi sendiri. Jokowi terlihat tidak jadi mendukung Ganjar. Dukungan seperti dialihkan ke Prabowo Subianto.
Kian lama isyarat itu kian kuat: ”Pak Lurah” mendukung Prabowo. Termasuk ketika Golkar, setelah ketua umumnya diperiksa Kejaksaan Agung selama 11 jam, akhirnya mendukung Prabowo.
Ditambah dengan isu batas umur cawapres dipermuda menjadi 35 tahun. Agar anak Jokowi, Gibran, memenuhi syarat jadi pasangan capres Prabowo.
Maka, banyak teman yang telanjur mendukung Ganjar itu bertanya kepada saya: harus bagaimana. Apakah harus ikut banting setir. Mereka sudah telanjur diketahui sebagai pendukung Ganjar. Bahkan, ikut memengaruhi yang lain untuk memihak Ganjar.
Bagi pengusaha, dukungan itu dua jurus: suara dan lebih-lebih biaya.
Saran saya: tunggu dua bulan lagi. Untuk sekarang, tiarap saja dulu. Mungkin dua bulan lagi sudah lebih jelas.
Mereka memang terlihat jelas cinta mati kepada Jokowi. Pun, mereka yang usahanya sulit berkembang lima tahun terakhir. Pokoknya Jokowi.
”Mungkinkah dua bulan lagi Pak Jokowi balik dukung Ganjar lagi?”Begitu mereka bertanya.
”Saya bukan peramal,” jawab saya. Tapi, politik telah mengajarkan tidak ada yang tidak mungkin.
”Yang jelas, kalau Pak Jokowi tidak balik lagi ke Ganjar, maka inilah konflik terselubung paling terbuka dalam sejarah politik Indonesia modern,” kata saya.
Dari sidang tahunan MPR Rabu lalu sebenarnya saya ingin melihat wajah Megawati. Seperti apa ekspresi beliau.
Terutama ketika Presiden Jokowi ”mengklarifikasi” bahwa ia bukanlah orang yang bisa atur-atur capres dan cawapres.
Ia bukan seorang ketua umum partai. Bukan pula ketua koalisi partai. Yang berhak mengatur adalah mereka.
Sayang, saat bagian itu diucapkan, tidak ada kamera televisi yang menyorot ekspresi Megawati. Tertawakah Mega? Hanya senyum? Atau mencep–seperti sering dia lakukan setiap kali meremehkan sesuatu?