Penanganan Sebelum Meluas, Merusak Persemaian Hingga Panen

*Kendalikan Hama Wereng dengan Bio Insektisida

Wereng batang coklat (WBC) merupakan salah satu hama pada tanaman padi yang paling berbahaya dan merugikan petani. Petugas Pengendali Organisme Pengganggu Tumbuhan (POPT) Ogan Ilir mencoba menerapkan Bio Insektisida sebagai pengendali hama WBC di desa Kasih Raja Kecamatan Lubuk Keliat. ANDIKA – Ogan Ilir WBC jadi permasalahan yang dikeluhkan petani, karena dapat mengakibatkan gagal panen. Selain itu, juga menjadi vektor bagi penularan penyakit kerdil rumput dan kerdil hampa. Siklus hidup WBEC relatif pendek yaitu lebih kurang 35 hari. Pertumbuhannya juga pesat, seekor WBC betina mampu beranak sampai 300 ekor. Selain itu, kemampuan terbang WBC yang bersayap selama 30 hari ini bisa mencapai 200 km. Serangan hama satu ini harus cepat diberikan penanganan sebelum lebih meluas lagi. Karenanya, POPT Ogan Ilir melaksanakan gerakan Pengendalian OPT WBC di Desa Kasih Raja Kecamatan Lubuk Keliat Kabupaten Ogan Ilir. Petugas yang mendampingi gerakan pengendalian yaitu POPT Irawan Saputra, PPL Diah Neti, S.P., M.Si, Fauzi, Muhlis, Mulyanto S.Pt dan Riky Riyandi. ‘’ Wereng Batang Coklat perlu diwaspadai. Hama ini mempunyai kemampuan adaptasi cukup tinggi. Meskipun siklus hidup relatif pendek, namun kemampuan reproduksinya cepat dan merusak tanaman pada umur persemaian hingga panen,” ungkap Irawan. Ia menjelaskan, beberapa kerusakan yang ditimbulkan dapat berbentuk spot di pertanaman padi yang masih hijau. Apabila tidak dikendalikan dengan bijaksana akan menyebabkan terjadinya hopperburn. Gejala hopperburn akibat serangan WBC adalah tampak kering seperti terbakar pada tanaman padi.
“Luas lahan persawahan yang dilakukan pengendalian sekitar 5 hektar. Umur tanaman padi rata-rata 40-70 hari setelah tanam. Sedangkan varietas yang ditanam adalah padi Inpari 32 dan Ciherang,” tukasnya.
Namun, WBC dapat menyerang tanaman padi pada semua umur, sehingga pengendaliannya harus tuntas pada generasi | atau selambat-lambatnya pada generasi II. Terjadinya kemarau basah dan kelembaban naik tinggi sangat cocok bagi perkembangan WBC. Karena tersedianya makanan sepanjang tahun, khususnya bagi sawah yang menerapkan sampai 3 kali tanam juga menjadi pemicu perkembangan WBC. Oleh karena itu, pengendalian serangan WBC perlu dilakukan upaya pengendalian preemtif dan responsif. Pengendalian preemtif meliputi pengelolaan hama terpadu (PHT). Sedangkan pengendalian responsif dilakukan dengan aplikasi agens hayati (Beauveria bassiana, Lecanicillium lecanii).
“Kami menggunakan bahan pengendali Bio Insektisida berbahan aktif Beauveria bassiana dan Metahrizium anisopliae bantuan dari BPT Unit I Palembang untuk memusnakah hama WBC,” ungkapnya.
Setelah dilakukan penyemprotan dengan bio insektisida pada tanaman padi, akan dilakukan rekomendasi evaluasi 5-7 hari kedepan. Memantau perubahan perkembangan OPT. “Jika masih ditemukan serangan OPT, maka disarankan untuk lakukan pengendalian lanjutan dan sanitasi lahan,” sebutnya. Penyemprotan bio insektisida sebaiknya dilakukan saat air embun sudah hilang yaitu antara pukul 08.00 sampao 11.00 WIB dengan arah nozzle menghadap batang padi tempat berkumpulnya WBC. Perlu diperhatikan apabila menggunakan pestisida harus memenuhi anjuran 6 T (Tepat sasaran, jenis, waktu, cara, dosis, mutu).  Mengantisipasi munculnya serangan WBC generasi selanjutnya yang lebih kuat, resisten terhadap pestisida dan daya terbangnya lebih jauh. ‘’Maka perlu dilakukan jeda tanam dengan waktu minimal 1 bulan. Selain itu, kondisi lahan sudah terolah untuk memutus siklus hidup WBC. Sedangkan untuk daerah endemik WBC perlu dilakukan pergiliran pola tanam,’’ katanya. (dik)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan