Inflasi Inti 2023 Bakal Lebih Rendah

JAKARTA - Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo mengatakan pada tahun 2023 angka inflasi Indonesia akan lebih rendah dibanding tahun 2022. Dalam hal ini, BI meyakini inflasi inti akan tetap berada di kisaran 2-4 persen persen pada semester I 2023. Sementara, lanjut Perry, inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) kembali ke dalam sasaran 2-4 persen pada semester II 2023.

“Kami perkirakan inflasi inti pada semester I 2023 lebih rendah dari 4 persen bahkan perkiraan kami tidak akan lebih tinggi dari 3,7 persen,” kata Perry Warjiyo. Dia menjelaskan, inflasi IHK pada akhir 2022 tercatat 5,51 persen secara tahunan atau year on year (yoy). Angka tersebut tercatat jauh lebih rendah dari prakiraan sesuai Consensus Forecast 6,5 persen (yoy) pasca penyesuaian harga BBM bersubsidi September 2022.

Demikian juga inflasi inti tercatat rendah akhir 2022, yaitu sebesar 3,36 persen (yoy) jauh lebih rendah dari prakiraan Bank Indonesia sebesar 4,61 persen (yoy). “Penurunan inflasi IHK dan inti sebagai hasil koordinasi yang sangat erat antara Pemerintah dan Bank Indonesia melalui respons kebijakan moneter Bank Indonesia yang front loaded, pre-emptive, dan forward looking,” jelas Perry.

Selain itu, inflasi yang turun juga didukung keberhasilan pengendalian inflasi bahan pangan bergejolak (volatile food) melalui Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP). Meski diyakini akan turun, BI memastikan akan terus memperkuat respons kebijakan moneter serta berkoordinasi dengan pemerintah guna memastikan penurunan dan terkendalinya inflasi tersebut.

Sebelumnya, BPS mencatat inflasi Desember 2022 sebesar 0,66 persen secara bulanan atau month-to-month (MtM) dan tahunan mencapai 5,51 persen year-on-year (YoY). Ini terjadi karena ada peningkatan Indeks Harga Konsumen (IHK) dari angka 107,66 pada Desember 2021 menjadi 113,59 pada Desember 2022.

Kepala BPS Margo Yuwono menjelaskan, inflasi tahunan terbesar terjadi dari kelompok transportasi yaitu 15,26 persen dengan andil terhadap inflasi sebesar 1,84 persen. “Komoditas penyumbang inflasi tertinggi secara yoy di antaranya dari komoditas bensin, kemudian bahan bakar rumah tangga, tarif angkutan beras, rokok kretek filter. Kemudian telur ayam ras dan biaya kontrak rumah,” kata Margo. (fad)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan