https://sumateraekspres.bacakoran.co/

Ajak Tinggalkan Perkebunan Monokultur

MURATARA – Anggota DPRD Kabupaten Muratara, M Ruslan mengajak warga di Kabupaten Muratara meninggalkan tanaman monokultur yang tak bisa di makan seperti karet dan kelapa sawit. Pasalnya, dia menganggap tanaman polikultur yang bisa di makan lebih menjanjikan ketimbang komoditas unggulan.

‘’"Saat ini jika Anda mau berinvestasi di bidang pertanian, tanamlah buah-buahan. Selain bisa dijual, hasil panen bisa dimakan, harganya tidak dimonopoli perusahaan," katanya, Selasa (4/7).
Dia mengatakan, investasi perkebunan dengan sistem monokultur seperti kebun karet dan kelapa sawit sudah tidak bisa menjadi patokan. Apalagi meningkatkan kesejahteraan sosial. ‘’Karena semua harga akan bermuara ke perusahaan, harga jual tidak bisa lebih tinggi, namun justru sebaliknya. Harga hasil pemanenan akan selalu berada di bawah,’’ ujarnya. Menurutnya, kondisi itu berbeda dengan perkebunan polikultur seperti buah-buahan. Seperti kebun alpukat, durian, kelengkeng dan lainnya.
"Harga bisa kita tentukan sendiri sesuai pasar, kalau belum panen harga mahal, kalau panen berlebih bisa dikonsumsi sendiri," bebernya
Asumsi satu pohon alpukat, per musim panen bisa mencapai satu pikul atau 100 kg. Harga di pasaran Rp23 ribu/kg dan harga di petani berkisar Rp15 ribu/kg. Jika satu pohon per musim panen bisa menghasilkan Rp1,5 juta, jika warga punya lahan setengah hektare bisa di tanam 200 batang.
‘’Satu kali putaran satu jenis tanaman seperti alpukat itu, bisa panen sampai ratusan juta. Belum dari jenis tanaman lainnya durian, kelengkeng dan lain-lain," katanya.

Menurutnya, peluang ini lebih bagus ketimbang perkebunan karet atau kelapa sawit.

‘’Saya sudah membuka sekitar 5 hektare perkebunan percontohan di Desa Maur, yang di tanami buah-buahan dengan sistem polikultur. Untuk tingkat pertumbuhan, hampir sama dengan karet maupun kelapa sawit,’’ ujarnya.
Dia mengatakan, usia tiga tahun itu tanaman sudah mulai berbuah. Selain bisa menghasilkan nanti bisa di bikin konsep agrowisata sebagai tambahan nilai plusnya," bebernya.
Dia mengaku, banyak masyarakat di Muratara tidak berani meninggalkan pola pertanian mainstream. Padahal potensi lahan yang dimiliki warga cukup banyak. Bahkan satu warga bisa memiliki lebih dari 1 hektare lahan perkebunan. "Tapi rata-rata ditanam karet dan kelapa sawit, kalau panen ikut harga pabrik hasil panen tidak bisa dimakan," timpalnya. Sementara itu, Yadi, warga Muratara, mengaku perkebunan karet dan kelapa sawit memang mendominasi di Muratara. ‘’Komoditas karet dan sawit lebih mudah digarap warga karena sudah memiliki pasar yang jelas.
Kalau panen bisa langsung dijual ke ram atau pengepul desa, kalau mau harga tinggi langsung jual ke pabrik," katanya.
Namun warga berharap, kedua komoditas ini tetap menjadi perhatian serius pemerintah. Karena kedua komoditas ini menjadi aset berharga bagi warga di Muratara. "Rata-rata warga kita itu punya kebun karet dan sawit. Karena bisa dipanen setiap bulan beda dengan kebun kebun seperti buah-buahan yang panen setahun sekali," turupnya.(zul/)  

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan