B50 Dan Paket Kebijakan Pemerintah: Harapan Petani Sawit Indonesia
SusyantoTunut (Dosen Universitas PGRI Silampari)-FOTO: IST-
SUMATERAEKSPRES.ID - Secara teoritis, sepintas program B50 akan meningkatkan permintaan sawit. Oleh karenanya harga sawit akan meningkat. Pada gilirannya Petani Sawit akan bahagia.
Tetapi, benarkah demikian? Di akar rumput, saat ini para petani sedang bergairah bahkan euphoria berkebun sawit.
BACA JUGA:Pemkab Muba Siapkan Pekebun Sawit Rakyat Menuju Sertifikasi ISPO
BACA JUGA:Lonsum Dukung Pemanfaatan Energi Biodiesel untuk Swasembada Energi Nasional
Semakin meningkatnya harga bibit dan pupuk, tidak mengendurkan semangat petani untuk berkebun. Hal ini dikarenakan, kondisi persawitan saat ini, cukup menguntungkan petani.
Menurut Prof. Bayu Krisnamurthi, Guru Besar IPB University (Republika, 2025), sudah sejak beberapa tahun ini Indonesia bukan hanya stagnan produksi sawit tapi juga stagnan investasi karena kebijakan yang tidak menentu.
Beliau juga menyatakan bahwa kenaikan B40 ke B50 akan menambah beban subsidi, menekan ekspor, menaikkan harga minyak goreng, dan pada akhirnya menggerus daya saing sawit kita. Itu akan menjadi genta kematian bagi industri sawit Indonesia (Sawit Indonesia, 2025).
Menyambut Era B50 Kebijakan biodiesel nasional, dari B30 ke B40 dan kini menuju B50, adalah langkah ambisius untuk memperkuat ketahanan energi dan mengurangi impor solar.
Namun di balik semangat kemandirian energi itu, tersimpan pertanyaan besar: siapa yang benar-benar akan menikmati manfaatnya? Prof.
Bayu Krisnamurthi mengingatkan bahwa kebijakan energi hijau tidak boleh mengorbankan kesejahteraan petani sawit. Tanpa kalkulasi matang, B50 bisa meningkatkan beban subsidi, menekan ekspor, menaikkan harga minyak goreng, dan membuat harga TBS petani tertekan.
Paradoks Sawit: Permintaan Naik, Harga Belum Tentu Untung Secara teori, kenaikan permintaan akibat B50 seharusnya menaikkan harga CPO.
Namun di lapangan, mekanisme pasar sawit tidak murni bekerja secara bebas karena disertai pungutan ekspor (levy) dan subsidi biodiesel yang dikelola BPDPKS.
Ketika pungutan naik untuk menutup biaya subsidi, harga jual ekspor turun—dan ujungnya, harga TBS petani ikut tertekan. Menurut analisis Bayu, penerapan B50 bisa menambah kebutuhan CPO sekitar 4–5 juta ton per tahun atau setara 9–11% dari total produksi nasional.
Jika tambahan ini tidak diimbangi peningkatan produktivitas dan peremajaan kebun, pasokan akan ketat dan memicu distorsi di pasar pangan dan energi.
