MENJAGA MARWAH GURU
Husnil Kirom, S.Pd., M.Pd. (Guru SMP Negeri 20 Palembang)-FOTO : IST-
SUMATERAEKSPRES.ID - Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005, menyatakan guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik. Guru harus terus belajar, terutama dari pengalaman hidupnya.
Belakangan ini guru dihadapkan pada persoalan klasik, yakni menjaga kehormatan, martabat, dan kewibawaan profesinya.
BACA JUGA:Pelatihan Guru di Meranjat Tingkatkan Kemampuan Menyusun Soal PISA dan TKA Berbasis Kearifan Lokal
BACA JUGA:Dana Naik Tahun Depan, Inilah Tabel Besaran TPG Yang Bakal Diterima Guru Pemilik Serdik Tahun 2026
Padahal guru sebagai profesi sepatutnya dijaga marwahnya dengan baik oleh semua pihak. Menjaga marwah guru tidak hanya dengan retorika, tetapi harus dengan aksi nyata.
Menjaga marwah guru sama artinya dengan menjaga kehormatan dan martabat profesi guru. Sejatinya guru itu lebih dikenali dari perilakunya yang baik untuk digugu dan ditiru.
Dengan kata lain, perilaku guru akan selalu diteladani semua orang, terutama murid, orang tua, rekan sejawat, dan masyarakat.
Meskipun banyak persoalan yang dihadapi dalam menunaikan tugas profesinya. Seperti apa sebaiknya guru menyikapi persoalan dalam menghadapi tantangan pendidikan saat ini?
Belajar Kembali Trilogi Pendidikan
Diperlukan upaya kolektif untuk mengembalikan citra baik guru saat ini. Ki Hajar Dewantara sudah mengajarkan menjaga marwah melalui trilogi pendidikan.
Kita perlu belajar kembali tentang teladan, dorongan, kemerdekaan belajar yang tepat dalam keseharian murid.
Ada tiga caranya. Pertama, menguatkan Marwah Teladan. Marwah seorang guru dimulai dari integritas dan perilaku dalam melaksanakan tugas sehari-hari.
Guru harus mampu menjadi teladan atau role model yang utuh, baik ucapan, sikap, tindakan dan perbuatan.
Marwah guru akan runtuh jika perilaku kita bertentangan dengan nilai-nilai yang diajarkan. Tantangan guru sebagai teladan itu semakin besar.
