Anak dan 'Candu' AI, Dunia Fantasi yang Membius Generasi Muda

Reporter: Wira |

Editor: Irwansyah |

Rabu , 13 Aug 2025 - 06:19

Di balik kemudahan AI, ada risiko candu yang membayangi anak-anak kita. Yuk, dampingi mereka gunakan teknologi dengan bijak agar masa depan tetap cerah dan nyata! Foto:Meta AI--

SUMATERAEKSPRES.ID – Di tengah derasnya arus digital, Artificial Intelligence (AI) kini menjelma menjadi “teman baru” bagi banyak anak.

Mulai dari chatbot yang ramah diajak mengobrol, aplikasi pengolah gambar yang mengubah coretan sederhana menjadi karya memukau, hingga asisten belajar yang menjawab pertanyaan dalam hitungan detik—AI menawarkan pengalaman yang begitu memikat.

Namun di balik kemudahan dan keajaiban tersebut, mulai muncul fenomena yang mengundang kekhawatiran: anak-anak larut dalam “candu” AI.

Bukan Sekadar Main Gadget

Fenomena ini bukan hanya persoalan anak terlalu sering menatap layar. AI menghadirkan interaksi personal yang instan, membuat anak merasa dimengerti, didengar, bahkan diapresiasi tanpa syarat—sesuatu yang kadang sulit mereka temukan di dunia nyata.

AI juga pandai beradaptasi dengan minat penggunanya. Anak yang hobi menggambar akan mendapatkan ilustrasi indah dari ide sederhana.

Anak yang merasa kesepian akan menemukan teman bicara yang tak pernah lelah merespons.

Anak yang haus informasi akan menerima jawaban cepat yang memuaskan rasa ingin tahu. Semua itu membentuk pola kepuasan instan yang sulit dilepaskan.

Dampak Tersembunyi di Balik Layar

Jika penggunaan AI tidak diawasi, sejumlah risiko mengintai perkembangan anak, antara lain:

- Menurunnya kemampuan interaksi sosial secara alami.

- Ketergantungan pada jawaban instan tanpa berpikir kritis.

anak dan 'candu' ai, dunia fantasi yang membius generasi muda                            sumateraekspres.id – di tengah derasnya arus digital, artificial intelligence (ai) kini menjelma menjadi “teman baru” bagi banyak anak.
mulai dari chatbot yang ramah diajak mengobrol, aplikasi pengolah gambar yang mengubah coretan sederhana menjadi karya memukau, hingga asisten belajar yang menjawab pertanyaan dalam hitungan detik—ai menawarkan pengalaman yang begitu memikat.
namun di balik kemudahan dan keajaiban tersebut, mulai muncul fenomena yang mengundang kekhawatiran: anak-anak larut dalam “candu” ai.
baca juga:kopdes merah putih papua tengah, motor ketahanan pangan dan kemajuan desa
baca juga:prakiraan cuaca sumsel 13 agustus 2025: dominasi hujan ringan, ogan ilir hujan petir 
bukan sekadar main gadget
fenomena ini bukan hanya persoalan anak terlalu sering menatap layar. ai menghadirkan interaksi personal yang instan, membuat anak merasa dimengerti, didengar, bahkan diapresiasi tanpa syarat—sesuatu yang kadang sulit mereka temukan di dunia nyata.
ai juga pandai beradaptasi dengan minat penggunanya. anak yang hobi menggambar akan mendapatkan ilustrasi indah dari ide sederhana.
anak yang merasa kesepian akan menemukan teman bicara yang tak pernah lelah merespons.
anak yang haus informasi akan menerima jawaban cepat yang memuaskan rasa ingin tahu. semua itu membentuk pola kepuasan instan yang sulit dilepaskan.
baca juga:bri resmi buka rekrutmen bflp 2025, peluang emas bangun karier sesuai passion
baca juga:koneksikan jalan khusus pertambangan dari tanjung enim hingga merapi, cik ujang: sudah sangat layak dilalui
dampak tersembunyi di balik layar
jika penggunaan ai tidak diawasi, sejumlah risiko mengintai perkembangan anak, antara lain:
-    menurunnya kemampuan interaksi sosial secara alami.
-    ketergantungan pada jawaban instan tanpa berpikir kritis.
-    sulit membedakan antara dunia nyata dan simulasi.
-    mengabaikan aktivitas fisik dan interaksi langsung di lingkungan sekitar.
peran orang tua dalam menghadapi gelombang digital
melarang anak sepenuhnya menggunakan ai bukanlah solusi. orang tua perlu mengadopsi pendekatan yang cerdas, di antaranya:
-    pendampingan aktif – gunakan ai bersama anak untuk memahami manfaat sekaligus risikonya.
-    batas waktu yang sehat – buat jadwal penggunaan teknologi agar tidak mengganggu keseharian.
-    kreativitas positif – dorong penggunaan ai untuk belajar, berkreasi, dan memecahkan masalah, bukan sekadar hiburan.
-    literasi digital – ajarkan bahwa ai hanyalah alat bantu, bukan pengganti pengalaman manusia.
baca juga:bertabur hadiah, festival panjat pinang 80 pohon sumatera ekspres 
baca juga:segera resmikan atrium baru ps mall, manajemen lippo malls indonesia pererat silaturahmi ke sumatera ekspres
manisnya ai, pahitnya kecanduan
ai memang mampu membuka gerbang dunia baru yang penuh peluang. namun, layaknya gula dalam permen, kenikmatan berlebihan dapat berubah menjadi racun.
tugas kita bersama adalah memastikan ai menjadi jembatan menuju masa depan yang cerdas, kreatif, dan manusiawi—bukan jebakan manis yang membuat anak kehilangan pijakan di dunia nyata.