BAGI-BAGI uang dalam amplop berlogo PDIP yang dilakukan politikus Said Abdullah di beberapa masjid Sumenep, Jawa Timur ternyata bukan termasuk pelanggaran Pemilu. Hal itu ditegaskan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) telah menuntaskan penelusuran kasus tersebut.
Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja mengatakan, Bawaslu Kabupaten Sumenep sudah melakukan klarifikasi kepada beberapa pihak. Mulai ketua DPC PDIP Sumenep, sejumlah takmir masjid yang menjadi lokasi pembagian uang, hingga masyarakat yang menerima. Dari hasil klarifikasi, kegiatan itu hanya menunaikan zakat. ”Tidak terdapat ajakan atau imbauan untuk memilih Said Abdullah,” ujarnya di kantor Bawaslu, Jakarta, Kamis (6/4).Menurut Bagja, hasil klarifikasi juga menjelaskan bahwa lembaga milik Said, yakni Said Abdullah Institute, sudah melakukan kegiatan serupa setiap tahun. Karena itu, Bawaslu menilai kegiatan tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai bentuk kampanye pemilu. Secara hokum kata dia, jadwal kampanye juga belum dimulai. Meski berstatus pengurus partai, secara definitif Said belum menjadi calon anggota legislatif (caleg) dalam Pemilu 2024. Sebab, sejauh ini pendaftaran caleg belum dibuka. ”Berdasar pertimbangan-pertimbangan itu, Bawaslu menyimpulkan, tidak terdapat dugaan pelanggaran pemilu,” imbuhnya.
Namun, Bagja mengimbau semua partai ataupun kadernya untuk menunaikan zakat, infak, dan sedekah secara wajar. ”Kami harapkan tidak berlogo (gambar partai/bacaleg, Red) sehingga tidak menimbulkan kecurigaan dan polemik,” tuturnya.Anggota Bawaslu RI Lolly Suhenty berharap parpol peserta pemilu maupun pihak-pihak lain tidak membagi uang yang dapat terindikasi sebagai politik uang. Jika dilakukan seusai penetapan calon atau pasangan calon (paslon), bagi-bagi uang itu dapat berimplikasi pada sanksi keras.
”Bisa dilakukan pembatalan sebagai calon atau paslon peserta pemilu seperti diatur dalam Pasal 286 Undang-Undang Pemilu,” ungkapnya.Bukan hanya itu, pelaku politik uang juga dapat dijerat pidana. Ancaman sanksinya penjara paling lama empat tahun dan denda paling banyak Rp 48 juta. Bawaslu mendorong semua pihak untuk menciptakan kompetisi yang adil, melakukan kegiatan politik yang meningkatkan kesadaran politik masyarakat, serta mempererat persatuan. Sementara itu, Direktur Eksekutif Lingkar Madani Ray Rangkuti menyoroti sikap Bawaslu. Dia menyebutkan, Bawaslu terlalu administratif. Akibatnya, substansi dari praktik itu justru luput dari kajian. ”Mengaburkan pokok soal dugaan adanya praktik politik uang dan penggunaan rumah ibadah untuk keperluan politik,” ujarnya. (jp/don)
Kategori :