Universitas dan lembaga penelitian global, termasuk Institut Pasteur di Prancis, turut terlibat dalam penelitian untuk memahami karakteristik penyakit ini.
BACA JUGA:Mulai Berlakukan Denda PBB, Realisasi per September 83,75 Persen
BACA JUGA:Ingat, Hari Ini Jatuh Tempo Pembayaran PBB, Telat Bayar, Didenda 1 Persen per Bulan
Dukungan Kemanusiaan
Lembaga kemanusiaan internasional seperti Palang Merah, Médecins Sans Frontières (Dokter Lintas Batas), dan UNICEF telah mengerahkan tim ke daerah terdampak.
Mereka menyediakan peralatan pelindung diri (APD), air bersih, makanan, dan layanan medis darurat kepada masyarakat yang terdampak.
Namun, mereka menghadapi tantangan besar di lapangan, termasuk akses yang terbatas ke daerah terpencil, infrastruktur yang buruk, serta ketakutan dan ketidakpercayaan masyarakat setempat. Banyak komunitas di Kongo menganggap penyakit ini sebagai kutukan atau ulah supranatural, yang membuat mereka enggan mencari bantuan medis.
Kekhawatiran Penyebaran Global
Beberapa negara tetangga Kongo, seperti Uganda, Rwanda, dan Angola, telah memperketat pengawasan perbatasan dan memperkenalkan pemeriksaan kesehatan bagi para pelancong.
Hal ini dilakukan untuk mencegah penyebaran penyakit ke wilayah mereka.
Sementara itu, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Amerika Serikat dan Pusat Pencegahan Penyakit Eropa (ECDC) mengeluarkan peringatan perjalanan bagi warganya yang berencana ke Kongo.
Mereka juga mengimbau kesiapsiagaan rumah sakit di seluruh dunia untuk mengantisipasi kasus potensial.
Seruan untuk Solidaritas Global
Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), António Guterres, menyerukan solidaritas global untuk membantu Kongo.
“Wabah ini adalah pengingat bahwa krisis kesehatan di satu negara dapat dengan cepat menjadi ancaman global. Kita harus bertindak bersama dengan kecepatan dan empati,” ujarnya.
Namun, beberapa pengamat menyoroti lambannya respons internasional terhadap wabah di Kongo dibandingkan dengan krisis kesehatan di negara-negara maju.