PALEMBANG, SUMATERAEKSPRES.ID - Stunting masih menjadi permasalahan yang harus dituntaskan dan perhatian khusus pemerintah. Sekretaris Daerah (Sekda) Sumsel, Edward Chandra mengatakan berdasarkan data Badan Kependudukan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Sumsel, ada 291 ribu keluarga berisiko stunting di Sumsel.
"Ini jumlah berdasarkan keluarga, bukan anak karena yang dapat berisiko stunting bukan hanya anak, tapi bisa ibu atau calon ibu," sampainya, kamis (5/12). Untuk itu, sebagai upaya menurunkan angka stunting, salah satunya lewat progam orang tua asuh. "Target kita ada 35 ribu orangtua asuh sehingga penurunan stunting dapat terealisasi juga sebesar itu," katanya.
Dikatakan, siapapun bisa menjadi orangtua asuh, tak hanya sebatas kepala OPD (Organisasi Perangkat Daerah) atau pimpinan di lingkungan pemerintahan. Siapa saja yang ingin menjadi orangtua asuh termasuk masyarakat. “35 ribu orangtua asuh tahap awal, dan nanti terus kita dorong, baik itu pemerintah daerah, instansi vertikal, swasta, media dan semuanya. Menjadi orangtua asuh bisa siapa saja yang memiliki kemampuan bukan hanya dari OPD," tambahnya.
Kepala Badan Kependudukan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Sumsel Mediheryanto mengatakan, untuk mengurai angka stunting dan mempercepat penurunan prevelensi kasus stunting sebanyak 14 persen di 2024 dan tahun mendatang melalui program orangtua asuh.
BACA JUGA:Perlu Intervensi Terintegrasi, Upaya Percepat Penurunan Angka Stunting
BACA JUGA: Kurangi Angka Stunting , Lanjutkan Program masuk Desa
"Orangtua asuh ini adalah pemberian bantuan dan pendamping untuk keluarga-keluarga yang berisiko stunting dan yang stunting," katanya usai kegiatan Launcing Program Orangtua Asuh di Kantor Gubernur Sumsel, Kamis (5/12).
Ia mengatakan, target 35 ribu orangtua asuh yang terdiri dari pemerintahan dan swasta itu akan memberikan bantuan dan pendampingan terhadap orangtua dengan risiko stunting. Namun program yang baru berjalan ini masih didata berapa orangtua asuh di seluruh kapupaten/kota di Sumsel.
Dijelaskan, orangtua asuh juga berfungsi melakukan monitoring terhadap keluarga yang didampingi. Kegiatan monitoring itu dilakukan selama tiga bulan, seiring pemberian bantuan. "Nanti mereka akan dievaluasi selama tiga bulan untuk melihat nantinya apakah ada perkembangan atau tidak. Kalau tidak, kita akan melakukan evaluasi mendalam tentang pemberian bantuannya," ujarnya.
Dari orangtua asuh sendiri, para ibu hamil dan yang memiliki anak dengan risiko stunting mendapatkan vitamin, makanan penunjang gizi seperti telur, dan lainnya. "Mereka juga mendapa makanan dengan anggaran per hari Rp15 ribu selama tiga bulan," katanya.
BACA JUGA:Cor Jalan untuk Kenyamanan, Galakkan Penanganan Stunting, Desa Bangun Sari
BACA JUGA:Ahli Gizi Sebut Konsumsi Ikan Kembung Efektif Cegah Anemia dan Stunting
Program orangtua asuh untuk mengurangi angka stunting di Sumsel. Menurut Aplikasi elektronik-Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis masyarakat (e-PPGBM) Dinas Kesehatan Sumsel periode Oktober 2024, jumlah angka bayi bawah lima tahun (Balita) stunting mencapai 6.092 anak. Angka itu dinilai masih tinggi dari target penurunan kasus stunting di Sumsel.
"Program ini kan gotong royong ya, jadi kita harapkan semuanya berkontribusi dan berkomitmen, terutama kepala daerah ya, kalau sudah komitmen, maka stunting bisa ditangani," katanya. Sementara, data Survei Kesehatan Indonesia atau SKI, angka stunting tahun 2023 di Sumatera Selatan (Sumsel) naik 1,7 persen menjadi 20,3 persen dari tahun sebelumnya. Padahal kasus stunting sempat turun signifikan pada 2022, dari 24,8 persen (2021) menjadi 18,6 persen (2022).