Karena melimpahnya ikan lais di sungai ini, masyarakat setempat kemudian menyebutnya sebagai Sungai Lais, sebagai penghormatan terhadap sumber daya alam yang memberi manfaat bagi kehidupan mereka.
Nama ini menjadi bagian dari sejarah dan budaya Palembang, mengingatkan akan kekayaan alam yang pernah dimiliki sungai tersebut.
Seiring berjalannya waktu, meskipun populasi ikan lais di sungai tersebut mungkin berkurang akibat urbanisasi dan pencemaran, nama Sungai Lais tetap bertahan sebagai bagian dari identitas lokal dan menjadi saksi sejarah perkembangan kota Palembang.
Menuju ke Sungai Lais, melalui jalan darat kita harus melewati PT Pusri. Masuk kedalam jalan Mayor Zen, hingga mengarah ke Pelabuhan Sei Lais berdampingan dengan Satpol Airud Sumsell.
Pelabuhan Sei Lais, sendiri ada dua. Pertama dekat dengan Satpolair Sumsel dan kedua mengarah ke jalan Pinisi masuk ke Pelabuhan kapal Bugis.
Dua dermaga ini sendiri masuk dalam Kawasan Sei Lais, mengingat Sungai Lais memang cukup Panjang terdapat di pinggiran Sungai Musi. Wilayah Sungai Lais sendiri Sebagian besar merupakan wilayah rawa.
Namun oleh Masyarakat setempat kebanyakan wilayah rawa digunakan untuk bercocok tanam terutama padi.
Menanam padi disepanjang pinggiran Sungai Lais, mengggunakan dua cara. Tanaman padi pasang surut dengan tanaman padi tadah hujan.
Hanya saja karena wilayahnya Sebagian besar merupakan rawa, sehingga air yang ada diwilayah tersebut jarang kering meskipun masuk dalam musim kemarau.
Masyarakat setempat, Wawan, kelurahan Sei Lais, kecamatan Kalidoni mengatakan nama Sungai Lais sendiri memang benar diambil dari nama ikan.
“Kalau dulu tidak usah mancing ataupun menjaring. Terkadang menggunakan sangi juga bisa mendapatkan ikan lais,” ujarnya.
Diketahui sungai Lais telah ada sejak dahulu, sungai ini menjadi salah satu jalur strategis perdagangan dan transportasi yang menghubungkan wilayah-wilayah di sekitar Palembang dengan kawasan pesisir.
Pada masa itu, sungai-sungai seperti Musi, Ogan, Komering, dan Lais berperan penting dalam mengembangkan perekonomian kerajaan dan membantu penyebaran pengaruh Sriwijaya ke seluruh Nusantara dan mancanegara.
Memasuki masa kolonial, Sungai Lais tetap menjadi jalur penting yang dimanfaatkan oleh pemerintah kolonial Belanda.
Mereka membangun infrastruktur yang mendukung aktivitas perdagangan dan logistik di sekitar sungai ini, seperti pelabuhan kecil dan perahu untuk transportasi barang.
Pengaruh Belanda juga tampak dalam pengelolaan sungai, di mana kanal-kanal penghubung mulai dibangun untuk memperlancar aliran air dan transportasi di wilayah Palembang.