SUMATERAESKPRES.ID-Pastinya, Kamu sudah tidak asing lagi ya dengan istilah fear of missing out (FOMO) atau rasa akan takut ketertinggalan.
FOMO (akronim dari fear of missing out), takut ketinggalan kereta, takut ketinggalan bus, atau takut kudet merupakan perasaan cemas yang timbul karena sesuatu yang menarik dan menyenangkan sedang terjadi, sering disebabkan karena unggahan di media sosial. FOMO didefinisikan sebagai rasa takut karena tertinggal atau tidak mengetahui peristiwa, informasi, atau pengalaman, dan orang lain mendapat pengalaman berharga dari sesuatu tersebut. Ditandai adanya keinginan untuk terus terhubung dengan apa yang dilakukan oleh orang lain. FOMO juga terkait dengan rasa takut akan kehilangan kesempatan untuk mengambil peran dalam suatu peristiwa yang bisa meningkatkan popularitas. FOMO terdiri dari dua komponen. Pertama, aspek takut kehilangan yang ditandai dengan perilaku untuk berusaha tetap terhubung dengan orang lain. Kedua, aspek sosial, yaitu FOMO yang berhubungan dengan kebutuhan untuk memiliki dan pembentukan hubungan antarpribadi yang kuat. Namun sekarang, sepertinya FOMO tidak lagi menjadi tren di kalangan anak muda. Karena, tren FOMO kini sepertinya telah berhasil digeser oleh JOMO alias joy of missing out. Kebalikan dari FOMO, JOMO bakal membuat seseorang merasa senang ketika tak perlu harus mengikuti segala hal yang sedang naik daun atau sedang happening. Pendek kata, JOMO adalah perasaan lebih santai dan menyukai hal yang tidak terlalu terburu-buru. Psikolog Susan Albers membeberkan, JOMO ibarat kepuasan untuk memprioritaskan diri sendiri. "JOMO adalah merangkul gagasan untuk sekadar menemukan kegembiraan dan kepuasan untuk tidak ikut serta melewatkan kegiatan dan memprioritaskan diri sendiri,”papar Albers, menukil laman Cleveland Clinic. Contohnya, Kamu pada dasarnya merasa tidak nyaman dengan keramaian. Tapi suatu waktu Kamu mendapatkan undangan pesta dan Kamu bisa saja memilih untuk tidak datang ke pesta tersebut tanpa merasa bersalah atau ketinggalan update bergaul dengan teman-teman. "JOMO memungkinkan Kamu untuk menjadi diri sendiri yang autentik dan jujur, tentang apa yang benar-benar ingin Kamu lakukan dan apa yang Kamu hargai," ujar Albers. JOMO sendiri sebetulnya bukan istilah baru. Melansir NDTV, istilah tersebut pertama kali muncul dari Anil Dash, seorang pengusaha asal Amerika Serikat (AS) dalam sebuah unggahan blog pada 2012 silam. Anil menemukan istilah ini usai menjadi seorang ayah dan menyadari bahwa ia telah kehilangan banyak hal dalam sebulan setelah kelahiran putranya di dunia. Dikatakan Albers, JOMO cenderung lebih mudah diterima oleh orang-orang berkepribadian introvert. “Kamu tak akan keberatan melewatkan banyak acara sosial. Kamu menikmati waktu yang tenang," ujar Albers. Kebalikannya, orang yang FOMO lebih cenderung dimiliki oleh kaum ekstrovert. Mereka adalah orang-orang yang senang bersosialisasi dan berpetualang. Kelebihan dan kekurangan JOMO JOMO tidak berarti kuper (kurang pergaulan). Sedangkan, JOMO justru memiliki banyak manfaat. Di antaranya, meningkatkan produktivitas dan fokus, meningkatkan keterlibatan dalam hubungan, dan meningkatkan kesehatan mental serta fisik. Meski begitu, bukan berarti kamu harus terus menerapkan konsep JOMO dalam setiap detik kehidupan. Pasalnya, menurut Albers, JOMO juga bisa berimplikasi buruk. Salah satu dampak buruk dari JOMO adalah terjebak dalam zona nyaman. Sementara FOMO, menurut Albers, bisa menjadi motivasi seseorang untuk keluar dari zona nyaman dan menjelajah hal-hal baru. "Melihat apa yang dilakukan orang lain dapat memberi Anda ide-ide baru yang tidak akan pernah Anda pikirkan," ujar Albers.(lia)
Kategori :