Ia juga mengingatkan bahwa dalam melakukan survei, setiap lembaga survei harus mematuhi kaidah akademis yang berlaku. Lebih lanjut, Arianto menekankan pentingnya desain survei yang baik, yang meliputi perencanaan jumlah responden, margin of error, dan tingkat kepercayaan.
Arianto menambahkan, dalam era "open science" seperti sekarang, siapa pun—termasuk netizen—berhak untuk mempertanyakan hasil survei yang dipublikasikan. Hal ini sejalan dengan prinsip transparansi dalam penelitian ilmiah yang harus bisa dipertanggungjawabkan secara terbuka.
“Ilmu pengetahuan kini sudah terbuka untuk umum. Setiap orang berhak mempertanyakan hasil survei, baik itu di media sosial atau platform lainnya. Terlebih lagi, lembaga survei biasanya berada di bawah naungan asosiasi yang memiliki aturan metodologi yang ketat, seperti Perkumpulan Survei Opini Publik Indonesia (PERSEPI),” ujar Arianto.
Ia pun menegaskan bahwa apabila lembaga survei melanggar kaidah metodologi yang berlaku, sanksi akan diberikan oleh asosiasi tersebut. Dengan demikian, kontrol akademis terhadap lembaga survei sangat penting agar hasil survei tetap valid dan dapat dipertanggungjawabkan.
Masyarakat, khususnya netizen, memiliki hak untuk bertanya dan memverifikasi hasil survei yang dirilis oleh lembaga-lembaga survei. Sebagai bagian dari dunia akademis, lembaga survei wajib memastikan bahwa setiap hasil survei yang mereka keluarkan sudah sesuai dengan kaidah metodologi yang benar. Dalam hal ini, keraguan yang muncul terkait dengan margin of error dalam survei itu merupakan hal yang sah untuk dipertanyakan demi menjaga integritas dan akurasi data survei yang digunakan oleh publik.