JAKARTA, SUMATERAEKSPRES.ID - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus mengintensifkan upaya pemberantasan terhadap pinjaman online (pinjol) ilegal yang merugikan masyarakat.
Kehadiran pinjol ilegal ini kerap kali menjerumuskan masyarakat dalam jeratan utang dengan bunga tinggi, penyalahgunaan data pribadi, hingga ancaman dan intimidasi.
Melalui akun Instagram resminya, @ojkindonesia, OJK mengungkapkan tujuh ciri utama yang perlu diwaspadai agar masyarakat terhindar dari jebakan pinjol ilegal atau rentenir online.
Berikut adalah tujuh ciri-ciri yang sering membuat resah:
BACA JUGA:Pinjol Bisa Menghancurkan Masa Depan Anda! Terancam Tak Bisa Kredit Kendaraan, Ini Penyebabnya
1. Tawaran Melalui Pesan Singkat (SMS)
Pinjaman online ilegal kerap menawarkan layanan mereka melalui pesan singkat atau spam SMS yang tiba-tiba masuk ke ponsel tanpa permintaan.
2. Biaya Administrasi yang Sangat Tinggi
Fee atau biaya administrasi yang dikenakan pinjol ilegal sangat tinggi, bahkan bisa mencapai 40 persen dari total jumlah pinjaman yang diajukan.
3. Suku Bunga Denda yang Mencekik
Suku bunga denda pada pinjaman online ilegal tergolong sangat tinggi, berkisar antara 1 hingga 4 persen per hari, sehingga membuat total utang semakin membengkak.
BACA JUGA:Agar Tak Jadi Korban, Cermati Tips Aman dan Terpercaya Memilih Pinjol
4. Waktu Pelunasan yang Tidak Sesuai Kesepakatan
Pinjaman online ilegal memberikan jangka waktu pelunasan yang sangat singkat, sering kali tidak sesuai dengan kesepakatan awal, sehingga peminjam kesulitan untuk melunasi.
5. Akses Semua Data Pribadi di Ponsel
Pinjol ilegal selalu meminta akses penuh ke semua data di ponsel, seperti kontak, foto, hingga video. Data ini kemudian digunakan untuk menekan peminjam jika terjadi keterlambatan pembayaran.
6. Penagihan dengan Cara Tidak Beretika
Metode penagihan pinjaman online ilegal sering disertai dengan tindakan teror, intimidasi, bahkan pelecehan terhadap peminjam, menambah tekanan psikologis.
7. Tidak Memiliki Identitas dan Layanan Pengaduan yang Jelas
Pinjaman online ilegal biasanya tidak memiliki kantor yang jelas atau layanan pengaduan yang bisa dihubungi. Hal ini membuat korban semakin kesulitan ketika mengalami masalah.