Antar ulama mazhab juga memiliki pendapat berbeda tentang status najis dan mengganti salat pada orang yang sakit serta memiliki hambatan dalam memenuhi syarat dan rukun salat.
Terlepas dari apakah salat tersebut perlu diulang atau tidak, selama akal dan kesadaran seorang pasien masih memungkinkan untuk salat, hendaknya ia tetap melaksanakan salat sejauh yang ia mampu.
Sekiranya langkah praktisnya adalah sebagai berikut: pertama, ketika waktu salat tiba, hendaknya najis dapat dibersihkan dan diminimalisir.
Di samping membersihkan pakaian atau alas, dalam kasus penggunaan kateter urine, kantong penampung urine bisa dikosongkan terlebih dahulu sebelum melakukan salat.
BACA JUGA:Inilah Gejala Kanker Prostat yang Patut Diwaspadai
BACA JUGA:Kabar Baik Buat Kaum Adam, Water Vapor Thermal Therapy Diklaim Bisa Bantu Sembuhkan Prostat
Terkait ada sisa sedikit pada alat, pernyataan berikut dalam Hasyiyatul Jamal Syarh al-Minhaj bisa dirujuk:
ويعفى عن قليل سلس البول في الثوب والعصابة بالنسبة لتلك الصلاة خاصة
Artinya: "...Dan dimaafkan najis yang sedikit pada salisil baul di pakaian atau anggota tubuh, merujuk pada kondisi salat yang demikian..." (Hasyiyatul Jamal 'alal Minhaj, juz 1, hal 242).
Kedua, pasien bersuci sesuai kemampuan dan kondisi fisiknya, baik wudhu ataupun tayamum.
Harus dicatat bahwa seorang pasien dengan kateter urine, mengingat ia tidak dapat mengendalikan urine dari selang yang keluar ke dalam kantong penampung, maka ia seperti orang yang senantiasa menanggung hadats.
Ia harus bersuci dari hadats setiap kali masuk waktu salat fardlu.
Biasanya, kateter urine tidak sering dilepas-pasang karena menimbulkan rasa tidak nyaman dan meningkatan risiko iritasi atau infeksi.
Karenanya, apabila penggunaan kateter ini indikasinya temporer, untuk lebih hati-hatinya, pasien dapat mengulang salat fardu yang telah lalu atau telah dilakukan salat lihurmatil waqti, jika sudah tidak perlu menggunakan kateter lagi.
Namun jika ternyata pemasangan kateter ini perlu dilakukan terus, maka perlu dipertimbangkan agar pasien dapat melakukan salat sesuai kondisi, dan hambatan-hambatan yang ada dinilai sebagai kondisi dlarurat, dan permasalahan terkait najis diminimalisir semampunya dengan langkah di atas tadi.
Hal yang perlu dicermati pasien, keluarga pasien, maupun siapa saja yang merawat, adalah penggunaan kateter ini perlu dipandang sebagai kondisi yang darurat dalam syariat, selalu sejalan dengan indikasi yang ada.