PALEMBANG, SUMATERAEKSPRES.ID - Purun menjadi salah satu Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) yang perlu terus dijaga kelestariannya. Terjaganya kelestarian WBTB ini juga akan menjaga kelestarian gambut yang ada.
Kepala Bidang Kebudayaan Disbudpar Sumsel, Cahyo Sulistyaningsih, mengatakan, tema jalinan purun untuk kelestarian gambut ini dipilih bukan tanpa makna, karena purun sendiri sudah menjadi WBTB dari Sumatera Selatan sejak tahun 2018. "Purun ini memiliki kearifan lokal yang luar biasa bagi masyarakat Sumsel. Tikar purun contohnya, hal yang mendasar dalam daur hidup manusia mulai dari upacara kelahiran, sampai kematian ada terselip di tikar purun," ucap Cahyo, dibincangi seusai acara Tata Kelola WBTB Lokakarya Jalinan Purun Untuk Kelestarian Gambut di Ruang Rapat Sapta Pesona Lantai 3 Disbudpar Sumsel, Selasa (24/9).
Purun juga menjadi penting, karena Sumsel yang memiliki lahan gambut yang luas, dari gambut ini muncul ekosistem kebudayaan. Cahyo melanjutkan, dari gambut untuk pelestarian lingkungan, dari situ muncul masyarakat pendukung untuk kelestarian gambut.
“Dari gambut kemudian muncul ekonomi kreatif (ekraf) dan ini bermanfaat terhadap ekonomi, kemudian adat istiadat, kesenian dan lain-lain sehingga membentuk suatu ekosistem," jelasnya.
BACA JUGA:Merayakan Gotong Toapekong, Tradisi Tionghoa yang Diakui Sebagai Warisan Budaya
BACA JUGA:Lestarikan Warisan Budaya Islam, Ingin Jadi Dosen
Ekosistem inilah yang harus dimunculkan, eksis dan berkembang. "Kalau untuk produk purun tersebut hanya kita-kita yang tau, bagaimana untuk membuatnya mendunia," ucap Cahyo.
Untuk itulah tujuan diselenggarakan lokakarya tersebut, agar masyarakat tahu dan ikut berpartisipasi. Ke depan dia berharap, kegiatannya lebih besar, tak hanya skala provinsi tapi juga antar provinsi yang juga punya lahan gambut dan juga punya purun untuk kelestarian lingkungan gambut. Namun, Cahyo tak memungkiri dalam pelestarian ini penuh tantangan, karena perlu regenerasi untuk kerajinan purun diturunkan ke generasi muda, dan rasa memiliki serta mencintai purun. "Besok Kita akan adakan kegiatan bersama generasi muda, salah satunya menganyam purun, supaya mereka paham,” tandasnya.
Dia juga menyebut, ada komunitas yang merencanakan agar purun menjadi muatan lokal di sekolah. Apalagi purun juga berkait keterampilan atau pengetahuan tradisional, hal itu karena menganyam purun tidak mudah, tentang bagaimana membuatnya menarik, dan hal-hal lainnya.
Tantangan lainnya, memperluas pasar ekraf purun. "Ini bisa dimunculkan melalui kegiatan tidak hanya di dinas pariwisata dan kebudayaan saja, tapi OPD lainnya, publikasi, menggunakan purun di berbagai kegiatan, dan lain-lain," ujarnya.
Analis Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah VI, Dedy Afrianto, mengatakan, purun merupakan satu dari 50 WBTB Provinsi Sumatera selatan. Apalagi purun menjadi satu dari sekian banyak potensi WBTB.
BACA JUGA:Mengenal Suku Basemah Warisan Budaya yang Memukau dari Sumatera Selatan dan Bengkulu
"Yang didaftarkan waktu itu tikar purun Pedamaran sebagai WBTB, tapi dibalik lahan gambut sebenarnya ada objek-objek seperti kayu, kehidupan masa lampau, dan ada emas juga dan ini jadi satu potensi yang bisa dimanfaatkan selain purun," paparnya.
Temuan objek-objek fisik ini kata dia masih harus dibina sehingga menjadi satu ekosistem kebudayaan yang harus dilindungi di lahan gambut. Apalagi berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2017 tentang Kebudayaan, inovasi salah satu yang perlu dilakukan untuk menjaga, merawat dan melestarikan sebagai ojek kemajuan kebudayaan.