JAKARTA, SUMATERAEKSPRES.ID – Kuasa hukum PT Sentosa Kurnia Bahagia (PT SKB), Yusril Ihza Mahendra, mengajukan surat permohonan perlindungan hukum kepada Presiden Joko Widodo terkait klaim sepihak PT Gorby Putra Utama (PT GPU) atas lahan perkebunan sawit milik PT SKB.
Dalam surat tersebut, Yusril menyatakan keprihatinannya atas tindakan represif yang dialami oleh pengusaha lokal Sumatera Selatan, Kemas H. Halim Ali atau Haji Halim, dan meminta intervensi Presiden untuk perlindungan hukum.
Menurut Yusril, PT SKB telah mengantongi izin yang sah untuk mengelola kebun sawit di Musi Banyuasin, Sumatera Selatan.
Saat ini, Haji Halim mempekerjakan sekitar 8.000 pekerja yang bersama keluarganya mencapai 32.000 orang yang menggantungkan hidup pada usahanya.
BACA JUGA:Pangdam II/Sriwijaya dan Pj. Gubernur Sumsel Besuk H Halim yang Sedang Sakit, Ini Potretnya!
BACA JUGA:H Halim Dirawat Intensif di Rumah Sakit
"PT SKB sudah memiliki izin lengkap seperti izin lokasi, usaha perkebunan, dan izin lingkungan. Lahan yang dikelola juga sudah dibebaskan sesuai peruntukannya sebagai perkebunan sawit," ujar Yusril, Senin (23/9/2024).
Namun, PT GPU yang bergerak di sektor tambang mineral dan batubara, diklaim Yusril, secara sepihak mengklaim bahwa sebagian lahan perkebunan PT SKB masuk dalam wilayah izin tambang mereka.
PT GPU bahkan mengajukan permohonan pembatalan Sertifikat Hak Guna Usaha (SHGU) PT SKB kepada Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Badan Pertanahan Nasional (BPN), yang kemudian dikabulkan.
PT SKB lalu menempuh jalur hukum dengan menggugat keputusan tersebut di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
BACA JUGA:Alim Ulama Sampaikan Keprihatinan, Soal Kasus Perusakan Kebun Sawit PT SKB
BACA JUGA:Lagi, Gorby Rusak Kebun H Halim, SKB Sebut Putusan PTUN Belum Incracht
Pada April 2024, PTUN Jakarta memenangkan gugatan PT SKB melalui Putusan Nomor 182/B/2024/PT.TUN.JKT.
Yusril juga menyayangkan proses pidana yang tengah berjalan, di mana tiga orang dari PT SKB, termasuk Haji Halim, ditetapkan sebagai tersangka. Dua tersangka bahkan telah ditahan oleh Bareskrim Polri pada September 2024.
Dalam surat kepada Presiden, Yusril menjelaskan bahwa Komisi III DPR RI telah menggelar Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) terkait masalah ini, dan DPR telah mengirimkan surat kepada Kapolri agar menghormati proses hukum di PTUN.