SUMATERAEKSPRES.ID – Dalam era digital saat ini, sering kali kita melihat pengacara atau advokat memamerkan gaya hidup mewah di media sosial, mulai dari mobil mahal hingga rumah megah.
Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang seberapa besar sebenarnya gaji atau honorarium pengacara, dan apakah biaya layanan mereka benar-benar sebanding dengan yang dipamerkan.
Pernyataan ini sering kali memicu keraguan bagi banyak orang yang membutuhkan jasa hukum.
Mereka mungkin khawatir akan biaya yang terlalu tinggi, terutama setelah mendengar kabar mengenai pengacara dengan penghasilan dua digit hingga miliaran rupiah. Namun, benarkah biaya pengacara memang sebesar itu?
BACA JUGA:Pendaftaran CPNS Diperpanjang hingga 10 September: Update Jadwal Seleksi
BACA JUGA:Buruh Harian Tertangkap Mengedarkan Sabu: Dari Upah Harian ke Jeratan Hukum
Menurut Hukumonline, untuk memahami biaya pengacara, kita perlu mengenal lebih dulu apa itu lawyer, pengacara, atau advokat.
Berdasarkan ketentuan hukum, advokat adalah seorang profesional yang memberikan jasa hukum baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan UU Advokat.
Di Indonesia, seseorang yang ingin menjadi pengacara harus melalui beberapa tahapan. Dimulai dengan Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA), dilanjutkan dengan Ujian Profesi Advokat (UPA), magang di kantor advokat selama minimal dua tahun, dan akhirnya dilantik atau disumpah sebagai advokat.
Honorarium pengacara, atau gaji pengacara, adalah imbalan atas jasa hukum yang diberikan, sebagaimana diatur dalam Pasal 21 ayat (1) UU Advokat.
BACA JUGA:Buruh Harian Tertangkap Mengedarkan Sabu: Dari Upah Harian ke Jeratan Hukum
BACA JUGA:Paus Fransiskus dan Toyota Innova Zenix. Pilihan Simpel untuk Kunjungan Bersejarah
Honorarium ini merupakan hak setiap advokat untuk mendapatkan bayaran sesuai dengan jasa hukum yang diberikan kepada klien.
Jasa hukum yang dimaksud mencakup berbagai layanan, mulai dari konsultasi hukum, bantuan hukum, hingga mewakili dan membela klien.
Lalu, bagaimana penentuan besaran honorarium pengacara? Pasal 21 ayat (2) UU Advokat menyebutkan bahwa besarnya honorarium harus ditetapkan secara wajar berdasarkan kesepakatan antara advokat dan klien.