Ini Hukum Isbal alias Menurunkan Ujung Pakaian Melebihi Mata Kaki Saat Salat

Sabtu 24 Aug 2024 - 04:00 WIB
Reporter : Englia
Editor : Englia

وفي هذه الأحاديث أن إسبال الإزار للخيلاء كبيرة وأما الإسبال لغير الخيلاء فظاهر الأحاديث تحريمه أيضا لكن استدل بالتقييد في هذه الأحاديث بالخيلاء على أن الإطلاق في الزجر الوارد في ذم الإسبال محمول على المقيد هنا فلا يحرم الجر والاسبال إذا سلم من الخيلاء قال بن عبد البر مفهومه أن الجر لغير الخيلاء لا يلحقه الوعيد إلا أن جر القميص وغيره من الثياب مذموم على كل حال وقال النووي الإسبال تحت الكعبين للخيلاء فإن كان لغيرها فهو مكروه وهكذا نص الشافعي على الفرق بين الجر للخيلاء ولغير الخيلاء قال والمستحب أن يكون الإزار إلى نصف الساق والجائز بلا كراهة ما تحته إلى الكعبين وما نزل عن الكعبين ممنوع منع تحريم إن كان للخيلاء وإلا فمنع تنزيه لأن الأحاديث الواردة في الزجر عن الإسبال مطلقة فيجب تقييدها بالإسبال للخيلاء انتهى 

Hadits-hadits di atas menegaskan bahwa isbal karena sombong itu termasuk dosa besar (haram), dan jika tidak karena sombong, kalau dilihat dari dzohirnya hadits pun seperti itu pula hukumnya.

BACA JUGA:Ini Hukumnya Jika Kamu Ragu Merasa Kentut Saat Salat

BACA JUGA:Bolehkah Memejamkan Mata Ketika Salat? Ini Hukum serta Penjelasannya

Namun keharaman yang ada di dalam hadits-hadits diatas disertai dengan qoyyid ‘khuyala’. 

Ini menunjukkan bahwa teguran dan ancaman pada isbal itu tergantung kepada ada dan tidaknya tujuan ‘khuyala’. 

Karenanya, hukum isbal kalau tidak di sertai dengan tujuan ‘khuyala’ itu tidak haram, kalau disertai dengan tujuan ‘khuyala’ maka hukumnya haram. 

Sebagaimana kata Ibnu Abdil Bar dan Imam Nawawi. 

Imam Nawawi berkata, Isbal dibawah mata kaki dengan sombong ‘khuyala’ (hukumnya haram), jika tidak dengan sombong maka makruh. 

Demikian itu merupakan pendapat Asy-Syafi’i tentang perbedaan antara menjulurkan pakaian dengan sombong dan tidak dengan sombong. 

Dia berkata: Yang disukai (mustahab) adalah memakai kain sarung sampai setengah betis, dan boleh saja tanpa dimakruhkan jika di bawah betis sampai mata kaki, sedangkan di bawah mata kaki adalah dilarang dengan pelarangan haram jika karena sombong,  jika tidak karena sombong maka itu larangan tanzih. Karena hadits-hadits yang datang yang menegur (pelaku) isbal adalah hadits yang mutlak (umum), maka wajib mengqoyidinya (membatasinya) dengan hadits isbal  yang disertai dengan qoyyid/ batasan khuyala (sombong). (Diriwayatkan oleh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari, Kitab Al Libas Bab Man Jarra Tsaubahu min Al-Khuyala). 

Ibnu ’Alan, seorang ahli hadits terkemuka dari kalangan Syafi’iyah dalam kitab beliau, Dalil al-Falihin li Thuruq Riyadhusshalihin 6/79, berpendapat makruh kalau isbalnya tidak disertai dengan tujuan khuyala’. 

Namun apabila karena udzur seperti yang terjadi pada Abu Bakar, atau karena dlorurot, seperti menutupi luka dari keroyokan lalat maka hukumnya boleh.

Ibnu Muflih berkata: pengarang Al Muhith dari kalangan Hanafiyah berkata,  diriwayatkan bahwa Abu Hanifah Rahimahullah  memakai mantel mahal seharga empat ratus dinar, yang menjulur hingga sampai tanah. 

Maka ada yang berkata kepadanya: “Bukankah kita dilarang melakukan itu?” Abu Hanifah menjawab: “Sesungguhnya larangan itu hanyalah untuk yang berlaku sombong, sedangkan kita bukan golongan mereka.” (Imam Ibnu Muflih, Al-Adab Asy-Syar’iyyah, Juz. 4, Hal. 226.). 

Begitu pun dengan Ibnu Taimiyah, beliau memilih untuk tidak mengharamkannya, dan tidak melihatnya sebagai perbuatan makruh, dan tidak pula mengingkarinya. (Al-Adab Asy-Syar’iyyah).

Kategori :