SUMATERAEKSPRES.ID – Demonstrasi atau Ddmo merupakan saluran akhir bagi masyarakat untuk menyuarakan ketidakpuasan ketika suara mereka tak lagi didengar oleh pemerintah.
Namun, tidak jarang aksi tersebut berujung pada tragedi, seperti yang terjadi pada kerusuhan Mei 1998 di Indonesia dimana demo mahasiswa dan warga terjadi.
Peristiwa tersebut mencatatkan sejarah sebagai salah satu kerusuhan terbesar dan paling mematikan di tanah air.
Pada bulan Mei 1998, Indonesia dilanda kerusuhan yang merenggut nyawa 1.217 orang, melukai 91 orang, dan mengakibatkan 31 orang hilang. Korban jiwa disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk kekerasan fisik, kebakaran, dan serangan seksual.
BACA JUGA:Sering Ada Saat Demo, Berikut Bahaya Gas Air Mata dan Langkah-Langkah Penanganannya
BACA JUGA:5 Kampus yang Mahasiswanya Paling Sering Demo, Ada UI, UGM hingga Unsri, Mana Nomor 1?
Kerusuhan ini berakar dari krisis ekonomi yang melanda negara sejak krisis finansial Asia 1997.
Nilai tukar rupiah jatuh drastis, inflasi meroket, pengangguran meningkat, dan kekurangan pangan menyebar.
Ditambah dengan ketidakpuasan terhadap pemerintahan Orde Baru yang dinilai korup dan tidak mampu menangani krisis, protes meluas menjadi kerusuhan besar.
Tragedi Trisakti pada 12 Mei 1998, ketika empat mahasiswa Universitas Trisakti tewas ditembak oleh aparat keamanan, memicu kemarahan publik yang semakin memanaskan situasi.
BACA JUGA:Joe Biden Janji Akhiri Perang di Jalur Gaza di hadapan Konvensi Nasional Demokratik di Chicago
BACA JUGA:Daftar Pilkada Pakai Putusan MK, Pendemo Robohkan Pagar, DPR Batal Sahkan RUU Pilkada
Demonstrasi mahasiswa yang menuntut reformasi dan pengunduran diri Presiden Soeharto berkembang menjadi kerusuhan yang meluas di Jakarta, Medan, dan Surakarta. Tindakan perusakan, pembakaran, dan penjarahan menjadi bagian dari kekacauan tersebut, dengan etnis Tionghoa Indonesia menjadi target utama.
Kerusuhan Mei 1998 meninggalkan dampak mendalam yang mempengaruhi berbagai aspek kehidupan di Indonesia:
Reformasi Politik: Jatuhnya Presiden Soeharto setelah 32 tahun berkuasa membuka era Reformasi. Perubahan besar termasuk desentralisasi kekuasaan, kebebasan pers, dan pemilihan umum yang lebih demokratis terjadi sebagai hasil langsung dari kerusuhan ini.