SUMATERAEKSPRES.ID - Di usia 50 tahun, Gulzen telah mengabdikan dirinya sebagai petani kopi selama tiga dekade.
Bertempat tinggal di dataran tinggi Gunung Agung Tengah, Pagaralam, perjalanan hidupnya dalam dunia perkopian dimulai.
Itu ketika ia mewarisi kebun kopi seluas 4 hektar dari almarhum ayahnya saat usianya baru menginjak 20 tahun.
Setiap pagi, Gulzen sudah berada di kebun, memeriksa setiap pohon kopi dengan teliti dan penuh ketekunan.
BACA JUGA:Pecahkan Rekor Muri Minum Kopi Serentak, Disbudpar Angkat Nama Kopi Sumsel
BACA JUGA:Bapak-bapak Wajib Tau! Ini 5 Efek Samping Minum Kopi Setiap Hari, Diantaranya dapat Merusak Tulang
Sejak kecil, aroma kopi dari gudang penyimpanan biji-biji kopi sudah akrab di hidungnya.
Melihat langsung bagaimana ayahnya dan para petani lain mengelola kopi, menumbuhkan cinta dan keyakinan dalam dirinya untuk meneruskan bisnis dan menjadi petani kopi.
“Kopi adalah jiwa yang menyambung kehidupan,” ungkapnya. Baginya, merawat pohon kopi adalah sebuah ritual yang harus dilakukan dengan kesempurnaan, mulai dari pemupukan, pemangkasan, hingga pemberantasan hama.
Konsistensi kualitas biji kopi yang dihasilkan membuatnya menjadi langganan beberapa agen pengepul yang menjual kopinya ke seluruh Sumatra dan Jawa.
BACA JUGA:Tingkatkan Kualitas dan Kekhasan Kopi Robusta
BACA JUGA:Unik! Sensasi Baru Minum Kopi Campur Daun Bawang Viral di China, Tertarik Coba?
Gulzen menanam kopi jenis Robusta di kebunnya, yang terletak di ketinggian 400 meter di atas permukaan laut.
Menurutnya, “Jenis kopi ini panennya setahun sekali, biasanya pada bulan Juni hingga September.” Harga kopi robusta pada tahun 2024 mencapai 71 ribu rupiah per kilogram, meskipun tahun sebelumnya sempat anjlok hingga 29-31 ribu rupiah per kilogram.
Kondisi ini membuatnya tetap waspada, dan untuk menambah penghasilan, ia juga menanam sayuran di sela-sela pohon kopi.