PALEMBANG, SUMATERAEKSPRES.ID-Negara Tajikistan menggemparkan Dunia setelah majelis tinggi parlemen Tajikistan, Majlis Milli, mengesahkan undang-undang yang melarang pemakaian hijab dan atribut keagamaan lainnya di sekolah-sekolah dan tempat kerja.
Undang-undang yang baru disahkan pada 19 Juni 2024 ini memiliki potensi memperluas larangan hingga ke ranah publik lainnya.
Miris rasanya karena mayoritas penduduk Tajikistan memeluk agama Islam.
Larangan tersebut berdasarkan alasan melindungi nilai-nilai budaya nasional dan mencegah ekstremisme serta tahayul.
Pemerintah Tajikistan mewajibkan perempuan untuk mengenakan pakaian nasional.
BACA JUGA:Indonesia dan Turki Sambut Baik Keputusan Armenia Dukung Negara Palestina
BACA JUGA:Total 37.551 Jiwa Tewas Dalam Genosida yang Dilakukan Israel di Jalur Gaza Palestina
Menukil Euro News, di samping larangan mengenakan hijab, UU tersebut juga berisi larangan terhadap tradisi lokal seperti Iydgardak, yang merupakan tradisi bagi-bagi uang saat Idul Fitri, serta membatasi panjang janggut pria.
“Undang-undang serupa yang disahkan awal bulan ini juga berdampak pada beberapa praktik keagamaan, seperti tradisi berusia berabad-abad yang dikenal di Tajikistan sebagai “Iydgardak,” di mana anak-anak pergi dari rumah ke rumah untuk mengumpulkan uang saku pada hari raya Idul Fitri,” kata Euro News.
Pelanggaran terhadap undang-undang dapat dikenakan denda mulai dari 7.920 Somoni Tajikistan atau sekitar Rp12 juta untuk pelanggar individu.
Sedangkan, pelanggar dari kalangan pejabat pemerintah bisa dikenakan denda sekitar 39.500 Somoni atau Rp87 juta.
Keputusan ini menjadi sorotan lantaran Tajikistan, negara dengan mayoritas Muslim sekitar 96 persen dari total populasi, telah mengambil langkah yang bertentangan dengan kepercayaan mayoritas penduduknya.
BACA JUGA:Pedang Zulfikar: Simbol Kejayaan Islam yang Legendaris, Ini Rahasia Kekuatannya!
Presiden Tajikistan, Emomali Rahmon, yang telah memimpin negara ini selama lebih dari tiga dekade, terkenal dengan kepemimpinan otoriter dan tangan besi, termasuk menghapuskan batas masa jabatan presiden pada tahun 2016 dan larangan terhadap partai politik berbasis agama.