Potensi yang dimiliki Sumsel sangat luar biasa, berdasarkan data BPS (2023) tercatat luas lahan perkebunan karet 1.232.205 hektar, Perkebunan sawit 1.254.613 hektar, dan lahan perhutanan sosial dan hutan produksi 2.050.221 hektar (BPS, 2023).
Lahan yang dimiliki untuk dapat dioptimalakan tidak kurang dari 4.5 juta hektar. Untuk lahan sawit dan karet dapat diintegrasikan dengan peternakan kambing/domba dengan rasio sekitar 7-14 ekor per hektar pertahun.
Jumlah lahan sawit dan karet ada 2.5 juta hektar maka potensi dapat menampung 17.5 juta - 35 juta ekor kambing/domba.
Pengembangan sapi diarahkan ke lahan perhutanan sosial atau integrasi dengan hutan produksi (silvopastura) dengan luas 2 juta hektar yang dapat menampung 3-5 juta ekor sapi.
Bila potensi ini dapat dioptimal kan maka populasi ternak di Sumsel dapat mencapai 10 kali lipat dari saat ini. Sumsel akan menjadi daerah swasembada dan pengekspor ternak.
BACA JUGA:Menuju Piala Dunia 2026: Ketika Mimpi Timnas Indonesia Segera Jadi Kenyataan!
BACA JUGA:Rekrutmen CPNS dan PPPK 2024 Kemenkumham: Formasi Penjaga Tahanan untuk Lulusan SMA, Ini Syaratnya!
Pola peternakan yang dilakukan dengan pola kemitraan.
Pemerintah hanya sebagai fasilitator dalam penyediaan lahan pengembalaan dengan perkebunanan dan kehutanan, pembinaan pengelolaan pakan, kesehatan hewan, keamanan. Pemerintah tidak perlu menggunakan APBD umtuk membiayai pembelian ternak.
Kemitraan dilakukan antara masyarakat (pemodal) dengan petani sehingga ternak disediakan oleh pemodal.
Semua masyarakat dapat menjadi pemilik dari ternak yang dititipkan pemeliharaannya kepada petani di lahan pengembalaan.
Pemerintah desa dimana pengembalaan ternak dilakukan dapat terlibat dalam sistem kemitraan.
Pola kemitraaan yangndifasilitasi oleh pemerintah akan menguntjngkan semua pihak, pihak pemodal mendapat jaminan investasi, petani mendapatkan keuntungan bagi hasil dan pemerintah dapat mewujudkan program pemberdayaan dan pengembangbiakan ternak.