SUMATERAEKSPRES.ID - PJ Gubernur Sumsel pagi ini (19/6/2024), melantik PJ Walikota Palembang yang baru, Ucok Abdul Rauf Darmenta, menggantikan Ratu Dewa yang telah menjabat selama 9 bulan.
Pergantian ini memicu suhu politik mengenai pemilihan Walikota mendatang.
Lembaga survei Charta Politika Indonesia merilis hasil survei yang dilakukan dari 31 Mei hingga 6 Juni 2024, menunjukkan tiga nama calon walikota terkuat.
Ratu Dewa masih memimpin dengan 38,2%, Fitrianti Agustinda mengikuti dengan 23,7%, dan Yudha Pratomo mencatat peningkatan signifikan dengan 20,5%.
BACA JUGA:Inilah Doa dan Zikir untuk Ujian Mandiri Masuk PTN, Bismillah Semoga Berhasil, Cobain Yuk!
BACA JUGA:Bikin Geger, Mayat Pria Mengapung dengan Rantai Pemberat Ditemukan di Boom Baru, Ini Ciri-cirinya
Nama-nama lain seperti Akbar Alfaro, Charma Afrianto, dan lainnya hanya memperoleh elektabilitas di bawah dua persen.
Menurut Analis Politik Charta Politika, Nachrudin, S.IP, kepada wartawan angka tinggi dalam survei biasanya menguntungkan pejabat yang sedang menjabat, namun ada kemungkinan perubahan drastis.
Survei yang melibatkan 600 responden dengan metode Multistage Random Sampling ini memiliki margin of error 4%.
Dalam uji simulasi enam nama calon walikota, Ratu Dewa memperoleh 41,5%, Fitrianti Agustinda 26,8%, Yudha Pratomo 21,2%, dan beberapa nama lainnya di bawah 1%.
BACA JUGA:Seimbangkan Konsumsi Daging dan Sayur Selama Idul Adha untuk Kesehatan Optimal, Cobalah!
Pada simulasi tiga nama, Ratu Dewa mendapatkan 42,5%, Fitrianti Agustinda 27,3%, dan Yudha Pratomo 21,8%, sementara 8,3% responden belum menentukan pilihan.
Menurut pengamat politik Sumsel, Haekal Al Haffafah, peningkatan elektabilitas Yudha disebabkan oleh kerja politik yang efektif, program nyata yang menyentuh masyarakat, dan strategi door-to-door serta sebaran baliho dan spanduk yang masif.
"Elektabilitas Yudha Pratomo naik signifikan berkat program-program kemasyarakat. Fitrianti Agustinda cenderung stagnan karena kurangnya dukungan dari lingkar pejabat, sementara Ratu Dewa menurun akibat isu banjir, kemacetan, dan persepsi masyarakat yang merasa pekerjaan PJ Walikota tercampur dengan kampanye Pilkada," jelas Haekal.