PALEMBANG, SUMATERAEKSPRES.ID - Ditjen Kekayaan Negara mencatat masih banyak ditemukan pengaduan terhadap lelang kekayaan milik negara. Paling tinggi penetapan harga lelang yang dianggap terlalu murah. Hal itu diungkapkan Kepala Kantor Wilayah Ditjen Kekayaan Negara (Kakanwil DJKN) Sumatera Selatan, Jambi, dan Bangka Belitung, Ferdinan Lengkong.
"Iya dari laporan dan pengaduan yang masuk mempermasalahkan limit lelang yang dianggap terlalu murah. Padahal penetapan limit tersebut bukan ditentukan oleh DJKN melainkan penjual barang," katanya. Ia mencontohkan misalnya BUMN yang melelang dan satuan kerja itu sendiri yang menetapkan limitnya. "Laporan itu yang paling dominan," tegasnya.
Dia menambahkan akses pengaduan berbasis digital juga telah diterapkan melalui berbagai saluran, baik itu media sosial, email, telpon langsung maupun saluran yang terhubung ke Kementerian Keuangan. Oleh karena itu, kata dia, sebagai salah satu upaya meningkatkan pemahaman satuan kerja (satker) pengguna jasa terkait tugas dan fungsi DJKN, pihaknya menggelar forum konsultasi publik dengan mengusung tema “ DJKN Melayani Lebih Baik.”
BACA JUGA:Bayar Pajak Kendaraan Bermotor Bisa Melalui Aplikasi DANA, Ini Caranya
Melalui kegiatan tersebut diharapkan dapat mengetahui isu-isu para satker pengguna jasa, serta lebih proaktif melakukan sosialisasi hingga ke masyarakat luas. “Kita jadi tahu ternyata masih punya PR lebih banyak melakukan sosialisasi. Misalnya terkait lelang, mereka (pengguna jasa) harus tahu kapan waktunya menyetor uang jaminan, mengambil uang jaminan atau kapan waktunya membayar lunas,” jelasnya.
Plt Kepala Bidang Piutang Negara DJKN Sumatra Selatan, Jambi dan Bangka Belitung, Koko menyampaikan data piutang per 2022 Pemerintah Provinsi Sumatra Selatan meliputi piutang retribusi Rp1,74 miliar, piutang pendapatan lain yang sah Rp1,63 miliar, dan piutang lainnya Rp1,1 miliar.
Sementara Pemerintah Kota Palembang meliputi piutang retribusi Rp2,99 miliar, piutang pendapatan lain yang sah Rp70 juta, dan piutang lainnya Rp1,73 miliar. “Terkait piutang itu sebenarnya mereka kesulitan karena sumber data tidak jelas. Biasanya warisan piutang lama jadi tidak ada keterangan jenis piutang maupun utang itu terkait apa,” ungkapnya.
Untuk itu ke depan, kata Koko, pihaknya menyarankan para satker pengguna jasa agar dapat melakukan penataan dan dokumen sumbernya dipelihara secara baik. “Sehingga kedepan waktu menagih itu ketahuan nanti ditagihnya kesini, kesini,” tegasnya.
BACA JUGA:Pajak Daerah Tercapai Rp413,9 Miliar, Hingga Minggu Kedua Mei 2024
BACA JUGA:Kantongi Pajak Usaha Digital Rp24 T, Bersumber Dari Kripto Hingga Pinjol
Dia menerangkan hal yang terpenting dalam pengelolaan piutang yakni berproses dan berprogres. Artinya para instansi terkait melakukan upaya penagihan maupun penghapusan jika utang sudah bertahun-tahu.
“Walaupun misalnya nanti debitur atau penanggung utang tidak ketemu tidak masalah sepanjang ada upaya dari pihak PMK itu untuk menagihnya. Intinya ada upaya serius untuk penagihan baik melalui DJKN jika nilai piutang diatas Rp8 juta atau secara mandiri jika nilainya dibawah Rp8 juta,” pungkasnya. (yun/fad)