PALEMBANG, SUMATERAEKSPRES.ID - Kejadian yang menimpa kerbau rawa di Kabupaten OKI beberapa waktu lalu disikapi serius oleh Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Sumsel, Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa (BPMD) Sumsel, dan Persatuan Dokter Hewan Indonesia (PDHI) Sumsel.
Ketiga instansi berusaha mengantisipasi hewan kerbau yang banyak mati karena penyakit ngorok (tagere) akibat bakteri Septicaemia Epizootica. “Jadi bukan karena virus, melainkan bakteri yang dialami kerbau rawa yang dilepas liar oleh pemiliknya. Ini terjadi terutama di musim penghujan, dimana bakteri Septicaemia Epizootica banyak ditemui di kawasan rawa,” ungkap Ketua PDHI Sumsel, DR drh Jafrizal MM saat mengikuti Fokus Group Discussion (FGD) yang digelar Forum Masyarakat Peduli Peternakan dan Forum Masyarakat Berdaya Sumsel di Hotel Amaris, Selasa (28/5).
Menurutnya, dalam kubangan air bakteri itu bisa bertahan hidup hingga 10 hari. Selain itu penyebaran atau penularannya juga sangat cepat sehingga hal ini menyebabkan kerbau banyak mati. “Setidaknya ada 18 penyakit hewan yang perlu diwaspadai peternak atau pemilik hewan, terutama di musim hujan. Jangan sampai karena fokus penanganan satu penyakit, belasan penyakit lainnya terabaikan,” tuturnya.
Dijelaskan, ketika bakteri SE menjangkiti kerbau, fokus petani pada penyakit mulut dan kuku (PMK) dan LSD. Namun faktanya terjadi di lapangan, kerbau banyak mati terkena bakteri SE yang penularannya sangat cepat. Solusinya pemberian vaksin dan pakan ternak yang baik. Bukan hanya itu, kondisi lingkungan juga menjadi poin penting dalam upaya meminimalisir penyakit pada ternak.
BACA JUGA:Simak 5 Panduan Memilih Hewan Kurban yang Sesuai Syariat Islam Menurut Baznas, Yuk Pahami!
BACA JUGA:Stok Hewan Kurban Sumsel, 30 Ribu Ekor Sapi dan Kerbau, 40 Ribu Ekor Kambing dan Domba
Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Provinsi Sumsel, Ir Ruzuan Effendi mengatakan banyak faktor yang sebabkan kerbau rawa mati di OKI. Salah satunya kebiasaan lepas liar hewan ternak ini oleh masyarakat. Hal ini menyebabkan hewan ternak sangat rentan terkena penyakit.
"Di dalam kandang saja, potensinya masih ada apalagi dilepas liarkan begitu saja oleh pemiliknya. Untuk itu kita imbau pemilik ternak atau peternak menerapkan pola pengandangan agar bisa mengontrol kesehatan termasuk pakan yang diberikan. Jangan hanya diberi karbohidrat saja, tapi pastikan protein serta vitamin juga seimbang," ulasnya.
Pihaknya pun mewajibkan peternak memvaksinasi hewan miliknya, baik itu yang berada di kandang maupun dilepasliarkan. Vaksinasi ini dilakukan serentak melibatkan stakeholder terkait dan peternak atau pemilik hewan. Hanya memang jumlahnya terbatas, jadi kemungkinan ada biaya.
"Selain di kandang, makanan hewan ternak harus seimbang. Supaya tetap sehat, pastikan juga hewan ternak divaksin dan mengontrol kesehatannya berkala," ulasnya.
Terkait kebutuhan hewan kurban di Sumsel sendiri setiap tahun terus meningkat. Stok hewan sebanyak 30 ribu baik sapi maupun kerbau dari kebutuhan yang diprediksi 13-15 ribu ekor.
BACA JUGA:Tradisi Unik Kurban Saat Idul Adha di Berbagai Daerah
BACA JUGA:Wah, Bulu Hewan Kurban pun Bernilai Pahala! Ini Keutamaan Kurban yang Jarang Diketahui
"Untuk hewan kurban, kita siapkan 70 ribu ekor yakni 30 ribu ekor sapi atau kerbau dan 40 ribu ekor kambing, domba, dan sejenisnya. Jumlah ini meningkat tajam dibandingkan 2023 sebanyak 20 ribu ekor dan yang digunakan sekitar 12.900 ekor hewan kurban untuk jenis sapi dan kerbau," bebernya.
Dirinya menegaskan hewan kurban harus disertai surat keterangan kesehatan hewan (SKKH) yang dikeluarkan dokter hewan dari tempat hewan kurban ini datang. Bila tidak ada termasuk ilegal dan berisiko kondisinya kurang sehat. "SKKH wajib dimiliki peternak atau pengirim hewan ke Sumsel. Surat ini menjadi petunjuk kalau hewan yang ada ini sehat. Untuk memantau kesehatan hewan kurban, kita juga membagi empat tim mengawasinya. Penjual kurban musiman hendaknya memeriksa hewan kurbannya sebelum dijual, sehingga pembeli merasa yakin hewan kurban yang dibelinya," pungkasnya. (afi/fad)